Abuya Muda Waly: Soekarno Sah Menjadi Presiden Indonesia














Abuya Muhammad Waly Al Khalidy adalah salah seorang Ulama yang sangat dikagumi sosoknya di Aceh bahkan seluruh Nusantara. Silsilah keilmuan hampir semua ulama Aceh saat ini bersambung kepadanya. Beliau menjadi salah seorang ulama terpercaya pada usia yang sangat muda yaitu sekitar 25 tahun, namun ilmuanya selevel dengan ulama yang sudah sepuh. Pendiri pesantren Darussalam Labuhan Haji ini berguru tidak hanya kepada ulama Aceh dan Nusantara, bahkan ilmu yang sangat berkah itu juga didapatnya dari seorang ulama Mekkah yang masyhur di seluruh dunia.





Pada tanggal 14 oktober 1957 Abuya diundang oleh presiden
pertama RI Soekarno ke Istana Cipanas, Abuya Syeikh Muda Waly Al-Khalidy di
undang bersama dengan Abu Muhammad Hasan Krueng Kalee, serta beberapa ulama
lain dari seluruh Indonesia sekitar 500 orang untuk membicarakan status Negara
RI dan presidennya dalam tinjauan agama Islam, apakah sah atau tidak.






Berangkatlah ulama-ulama Aceh ini melalui bandara Polonia Medan.
Dalam perjalanan itu Tgk Syihabuddin Syah atau Tgk Keumala juga ikut
mengantarkan Abuya sampai ke bandara.









Setiba Abuya di Jakarta, beliau bertemu tokoh-tokoh ulama
dari daerah lain di antaranya Sumatera, Jawa, dan daerah-daerah lain seluruh
Indonesia. Setelah para ulama-ulama ini berkumpul di istana Negara, Presiden
mengucapkan selamat datang dan menyampaikan maksud dan tujuan undangannya.









Presiden berkata: "Saya meminta kepada para ulama yang
hadir untuk merumuskan nama keberadaan dan kedudukan saya sebagai Presiden RI."









Setiap Ulama dari berbagai perwakilan menyampaikan sikap dan
pandangan mereka. Ulama Masyumi dan Muhammadiyah secara tegas menolak keabsahan
Soekarno sebagai presiden yang sah dalam tinjauan Islam karena tidak diangkat
oleh Ahlul Halli Wal 'Aqdi (Suatu lembaga yang bertugas memilih, mengangkat,
dan mengawasi khalifah/ pemimpin dalam politik Islam).









Hingga sampai pada giliran seorang ulama kharismatik dari
jawa yang bergelar Sulthanul Ulama, beliau juga mengatakan tidak sah dengan
berbagai alasan dan hujjah.









Ketika semua orang hampir pada kesimpulan itu, pimpinan
sidang menanyakan kepada ulama dari Aceh tentang pandangan mereka. Abu Krueng
Kalee mempersilahkan Abuya Syeikh Muda Waly angkat bicara. Abuya menyatakan
Soekarno sah menjadi presiden "Dharurat", alasannya karena ia
mempunyai "Syaukah" (kekuasaan yang kuat).









Kekuasaannya itu adalah sebagai panglima tertinggi membawahi
polisi dan Tentara Nasional Indonesia. Intinya, Abuya dan Abu Krueng Kalee
menilai pemerintah RI dan presiden Soekarno sah untuk disebut sebagai
pemerintah (Ulil Amri) menurut Islam, walaupun secara Dharuri Bi Asy-Syaukah.









Ulil Amri Bisy-Syaukah adalah pemerintah yang memiliki kekuasaan
untuk sementara waktu (Pemerintah Masa Transisi) hingga terbentuknya
Pemerintahan yang sah dan benar. Pemerintahan ini oleh sebagian ulama dianggap
sah selama tidak kafir pemimpinnya, dan tidak mengingkari keberadaan
hukum-hukum syari'at, baik secara I'tiqad (Kepercayaan), 'Inad (Pembangkangan),
atau istihzak (menghina hukum Islam) walaupun mereka tidak menerapkan
sebagiannya, mereka harus menyadari bahwa hal tersebut adalah dosa, dan tidak
menghalalkan perbuatan mereka yang tidak menerapkan hukum Allah Swt.








Setelah Abuya dan Abu Krueng Kalee menilai pemerintah RI dan
presiden Soekarno sah untuk disebut sebagai Ulil Amri walaupun secara Dharuri
Bisy-Syaukah, hal itu disanggah kembali oleh Sulthanul Ulama. Lalu Abuya
membaca dalil dari matan Tuhfah yang mengakui keabsahan 'Ulil Amri Dharuri
Bisy-Syaukah".





Alasan ini disanggah kembali oleh Sulthanul Ulama. Akhirnya
Abuya dari duduk langsung bangun, dan berkata dengan meminjam kalimat yang
pernah diucapkan oleh Khalifah Umar Bin Khattab:




"Tafaqqahu qabla an
tasuudu...!" "Tafaqqahu qabla an tasuudu...!" "Tafaqqahu
qabla an tasuudu...!" (pelajarilah fiqh sebelum kamu diangkat menjadi
pemimpin). Kata-kata itu diulang hingga tiga kali. Lalu Abuya meminta
persetujuan Abu Krueng Kalee atas ucapannya itu: "Kon Nyo Menan Abu?" (bukankah demikian Abu?)









Abu Krueng Kalee menjawab: Nyoe betoi ( iya, benar ).









Pertemuan itu akhirnya menyimpulkan kesepakatan Ulama sesuai
dengan apa yang diutarakan oleh Ulama Aceh. Pertama, kemerdekaan RI adalah sah.
Kedua, Presiden RI Soekarno adalah presiden sah dalam posisi Ulil Amri Dharuri
Bisy-Syaukah.









Dalil-dalil Abuya Syeikh Muda Waly tentang Pemerintahan RI
dan tinjauan Agama hukum berontak kepada pemerintah yang sah:









1. Bughyatul Mustarsyidin sha. 271 bab al-qadhaa



2. Bughyatul Mustarsyidin sha. 249 bab arriddah


3. Tuhfatul Muhtaj juz 9 sha. 87 kitab arriddah


4. Tuhfatul Muhtaj juz 9 sha. 78 kitab al-Bughah


5. Tuhfatul Muhtaj juz 9 sha. 88 kitab arriddah


6. Shawi 'Alal Jalalain Juz 1 sha. 378 tafsir surah
al-Ma-idah ayat 54


7. Jam'ul Jawami' juz 2 sha. 439


8. Tuhfatul Muhtaj juz 9 sha. 66


9. Mishbahul munir sha. 124


10. Tuhfatul Muhtaj Juz 9 sha. 71






Sumber:




Mutiara Fahmi Razali Dkk, Tengku Haji Muhammad Hasan Krueng
Kalee (Banda Aceh: Yayasan Darul Ihsan Tgk.H.Hasan Krueng Kalee, 2010),
hal.126,127.









Abu Keumala, Wadhifah
'Ibadah dan pengembangan Ilmu Keagamaan hari-harian Abuya Syaikhul Islam Aceh
Maulana Syekh H.Muda Waly Al Khalidy, (Media Santri Dayah: 1997) hal.15.









Tgk.Musliadi S.Pd.I,
Abuya Syeikh Muda Waly Al Khalidy Syaikhul Islam Aceh Tokoh Pendidikan dan
Ulama 'Arif Billah, hal.196 s/d 199.









#KhadamDarussalam


No comments

Powered by Blogger.