Makna Allah menurut Ilmu Nahwu dan Ilmu Manthiq









Sedikit mengupas lafaz jalalah
dari segi ilmu ‘arabiyah, khususnya  ilmu
Nahwu dan juga menyandarkannya kepada Mi’yarul ‘Ulum (Timbangan segala Ilmu)
atau yang lebih dikenal dengan ilmu Manthiq, yaitu ilmu yang dapat membantu
akal agar tidak salah dalam membuat kesimpulan saat menghukum sesuatu.




Dalam ilmu Manthiq, lafaz ALLAH termasuk lafaz mufrad juz'i. Lafadz mufrad juz'i adalah lafaz yang tidak
menerima mafhum syirkah. Mufrad di sini berarti kebalikan (muqabalah) murakkab,
bukan mufrad yang selain tasniyah dan jamak.





Ada yang mendefinisikan mufrad
tersebut dengan; “Ma laa yadullu juz’uhu ‘ala juz’I ma’nahu.”





Artinya adalah kata tunggal atau suatu
kata yang bagian kata tersebut tidak menunjukkan kepada bagian makna kata itu
sendiri. Walaupun kata itu tersusun dari beberapa suku kata, bila bagian suku katanya
tidak menunujukkan kepada bagian maknanya maka disebut mufrad.





Misalnya kata "mobil",
maknanya adalah alat transportasi roda empat. Kata "mo" tidak
mempunyai makna sendiri, dan kata "bil" juga tidak menunjukkan arti
sendiri dalam makna mobil yang telah disebutkan.





Syekh Abdurrahman Al-Akhdhari, Ulama
Manthiq kenamaan yang juga salah seorang pembesar sufi menjelaskan dalam
kitabnya, Kitab Matan Sullam Munawraq:





Famufhimu isytirakinil kulliyyu
ka asadin wa 'aksuhul juz'iyyu.




“Mufrad kulli ialah lafadz yang menerima
mafhum syirkah, sedangkan lawannya adalah mufrad juz’i.”





Untuk penjelasan lebih mudahnya
begini;





Lafaz mufrad juz'I ialah lafaz
mufrad yang tidak menerima atau tidak mungkin mengandung beberapa unit (afrad).





Dengan kata lain, lafaz ini hanya
menunjukkan kepada satu makna. Contohnya kata "Zaidan" (nama salah
satu santri) yang tidak menunjukkan kepada unit lain kecuali si zaidan itu
sendiri. Bila demikian, jika ada orang yang menyuruh Zainal mencari Zaidan dan
membawa ke kelas, lalu Zainal masuk kelas hanya membawa HP-nya zaidan, padahal
keduanya benar-benar mengenal Zaidan dan zainal pun mengetahui di mana Zaidan maka
dalam hal ini Zainal telah bersalah. Sebab kata "Zaidan" tidak
berarti lain selain diri Zaidan
itu sendiri, tidak bisa diartikan bagian dari zaidan
.





Beralih ke pandangan Ilmu Nahwu,
lafadz Allah adalah isim 'alam.





Sebagaimana dalam bait Alfiyah
Ibnu Malik:





Ismun yu'ayyinul musamma muthlaqa
'alamuhu ka ja'farin wa khirniqa,





Setiap nama itu menunjukkan kepada
Musamma (sesuatu yang dinamakan dengan nama tersebut) secara muthlak.





Maka ungkapan Bismillah dapat
diartikan:






1. Dengan nama Allah




2. Dengan Zat Allah




3. Dengan Pertolongan Allah (Ba’
dengan faedah/bermakna Isti’anah)






Namun yang dikehendaki Lafaz “Ismi”
pada bismillah adalah 'Ain musamma (zat Allah) bukan ismun (Nama bagi zat yang
wajib wujud). Idhafah lafadz ismun pada lafadz al jalaalah adalah idhafah lil
bayan.



Idhafah lil bayan itu antara mudhaf dan mudhaf ilaihnya menghasilkan
nisbat umum wa khusus muthlaq. Lafadz Jalalah di sini
lebih khusus dari pada ismi. Dan sekiranya kedua lafaz itu dijadikan mubtada
dan khabar dalam Nahwu maka sah yaitu ismun huwa Allah.





Asal hakikatnya idhafah adalah
litta'rif dan littakhshish sedangkan di atas idhafah lilbayan, maka lazim jadi
majaz isti'arah ashliyyah.





Lafadz Al Jalalah adalah 'Alam
asy-Syakhshi 'ala ad-dzati al-mu'ayyanah bikaunihaa waajibatal wujuudi
al-mustahiqqati lijaami'il mahaamid, namun mengatakan 'alam syakhshiyyun tidak
boleh kecuali pada maqam ta'lim. Jadi lafadz Al Jalaalah itu nama pada Dzat
yang bersifat wajibul wujud yang mustahiq kepada seluruh sifat yang terpuji.
Jadi lazim lafadz Al Jalalah itu isyarah kepada 'Aqidah wujuubul wujud.





Kembali kepada Umum wa khusus
mutlak (an yajtami'a fii maddatin wa yanfaridu ahadu humaa fii maddatin ukhraa)
adalah dua tashawwur yang satu dapat diterapkan pada seluruh afrad yang lain
dan tidak sebaliknya.





Misalnya tashawwur hewan dan
tashawwur manusia. Setiap manusia adalah hewan dan tidak setiap hewan adalah
manusia. Afrad tashawwur hewan lebih umum dan lebih luas sehingga mencakup
semua afrad tashawwur manusia.





Umum wa khusus min wajhin adalah
dua tashawwur yang tiap-tiap dari keduanya dapat diterapkan pada sebagian afrad
yang lain dan sebagian lagi tidak bisa diterapkan sama sekali antar keduanya.





MIsalnya tashawwur manusia dan
tashawwur putih. Kedua tashawwur ini bersatu pada seorang manusia yang putih,
tetapi terkadang keduanya berpisah seperti pada orang yang hitam dan pada kapur
tulis yang putih.





Tasawi adalah dua tashawwur yang
keduanya bisa diterapkan pada seluruh afrad yang lain. Misalnya tashawwur
manusia dan tashawwur yang berpikir. Artinya setiap manusia yang dapat berpikir
dan setiap yang berpikir adalah manusia.





KhadamDarussalam dan beberapa
sumber lainnya

No comments

Powered by Blogger.