Al-Imam Al-Syafi’i -Radhiyallahu ‘Anhu- Dan Ilmu Kalam (Part 1)
Beberapa waktu yang lalu, Yusuf
Mukhtar Sidayu Gresik menerbitkan buku berjudul MANHAJ SALAFI IMAM SYAFI”I.
Buku tersebut diberi kata pengantar oleh Arifin Badri dan Nur Ihsan, penyandang
gelar dortor Wahabi yang sekarang tinggal di Jember. Melihat buku tersebut
banyak kecurangannya, maka kami akan memberikan tanggapan ilmiah dengan narasi
dialogis agar lebih menarik dan mudah dipahami.
WAHABI: Mengapa kalian mengikuti
madzhab Asya’irah dan tidak mengikuti madzhab Imam al-Syafi’i dalam bidang
akidah, yang anti ilmu kalam?
SUNNI: Imam al-Syafi’i adalah
imam kami dalam bidang fiqih, sedangkan dalam bidang akidah kami mengikuti Imam
al-Asy’ari dan dalam bidang tashawuf kami mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi.
Hal ini juga tidak menjadi persoalan, karena Imam al-Syafi’i tidak menolak ilmu
kalam secara mutlak.
WAHABI: Kata siapa Imam
al-Syafi’i tidak menolak ilmu kalam secara mutlak? Bukankah Imam al-Syafi’i
telah berkata:
حكمي في أهل الكلام
أن يضربوا بالجريد والنعال، ويطاف بهم في القبائل والعشائر، ويقال: هذا جزاء من أعرض
عن الكتاب والسنة وأقبل على الكلام.
“Hukumanku
bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan dinaikkan di atas
unta, kemudian dia dikelilingkan di kampung seraya dikatakan kepada khalayak:
Inilah hukuman bagi orang yang berpaling dari al-Qur’an dan Sunnah lalu menuju
ilmu kalam.”
SUNNI: Anda berarti tidak teliti
dalam mehamami pernyataan Imam al-Syafi’i di atas. Coba Anda perhatikan, ahli
kalam yang bagaimana yang harus menerima hukuman pukulan dengan pelepah kurma
dan diarak ke depan khalayak? Anda perhatikan baik-baik, yang dihukum seperti
hukuman di atas adalah ahli kalam yang memiliki dua kriteria; 1) Berpaling dari
al-Qur’an dan Sunnah, dan 2) mengikuti ilmu kalam secara penuh.
Dari dua kriteria tersebut dapat
dipahami bahwa yang dicela oleh Imam al-Syafi’i, adalah ahli kalam yang
meninggalkan al-Qur’an dan Sunnah, dan mengikuti ilmu kalam. Berarti orang yang
mengikuti al-Qur’an dan Sunnah, lalu menekuni ilmu kalam, beliau tidak
mencelanya. Bukankah begitu?
WAHABI: Apa mungkin seorang ahli
kalam mengikuti al-Qur’an dan Sunnah?
SUNNI: Nah ini bukti bahwa Anda
tidak tahu apa sebenarnya ilmu kalam. Lebih konyol lagi, Anda dengan mengikuti
saran Nur Ihsan, menyamakan ilmu kalam dengan ilmu filsafat, padahal keduanya
berbeda. Anda hanya bertaklid buta kepada syaikh-syaikh Wahabi di Saudi Arabia
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan keilmuannya. (Lihat status saya
sebelumnya berjudul ILMU KALAM DAN ILMU FILSAFAT).
Ilmu kalam itu sebenarnya teori
dan metodologi keilmuan. Sebagai sebuah teori dan metodologi, maka sama halnya
dengan pisau, tergantung siapa yang menggunakannya. Kalau yang menggunakan ilmu
kalam itu Mu’tazilah dan Syiah, maka jelas tujuannya untuk membela kebatilan
ajaran mereka dengan ilmu kalam. Akan tetapi kalau yang menggunakan ilmu kalam
itu Asya’irah-Maturidiyah, maka tujuannya untuk membela ajaran Islam
Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan mematahkan kebatilan ajaran Syiah dan Mu’tazilah,
termasuk kebatilan ajaran Wahabi yang Anda ikuti.
WAHABI: Mengapa Imam al-Syafi’i mencela
ilmu kalam?
SUNNI: Anda sepertinya belum
mengerti pembicaraan orang lain. Ilmu kalam yang dicela oleh Imam al-Syafi’i
bukan ilmu kalam secara mutlak. Akan tetapi yang dicela oleh beliau adalah ilmu
kalam yang ditekuni oleh kaum Mu’tazilah dan ahli bid’ah untuk membela ajaran
kebatilan yang bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah.
WAHABI: Mana buktinya bahwa ilmu
kalam yang dicela oleh al-Imam al-Syafi’i adalah ilmu kalam yang ditekuni oleh
Mu’tazilah dan ahli bid’ah?
SUNNI: Ada dua hal yang
membuktikan bahwa ilmu kalam yang dicela oleh Imam al-Syafi’i adalam ilmu kalam
versi Mu’tazilah dan ahli bid’ah.
Pertama, Imam al-Syafi’i seorang
ulama yang menguasai ilmu kalam.
Kedua, sekian banyak riwayat yang
mengindikasikan bahwa ilmu kalam yang beliau cela adalah ilmu kalam versi
Mu’tazilah dan ahli bid’ah.
WAHABI: Mana buktinya bahwa Imam
al-Syafi’i sangat menguasai ilmu kalam?
SUNNI: Al-Imam al-Hafizh
al-Baihaqi berkata dalam kitabnya Manaqib al-Syafi’i.
وقرأت في كتاب أبي
نعيم الأصبهاني حكاية عن الصاحب بن عباد أنه ذكر في كتابه بإسناده عن إسحاق أنه قال:
قال لي أبي: كلَّم الشافعي يوماً بعض الفقهاء فدقق عليه وحقق، وطالب وضيق، فقلت له:
يا أبا عبد الله: هذا لأهل الكلام لا لأهل الحلال والحرام، فقال: أحكمنا ذاك قبل هذا"
اهـ.
Aku membaca sebuah hikayat dalam
kitabnya Abu Nu’aim dari al-Shahib bin ‘Abbad, bahwa ia menyebutkan dalam
kitabnya dengan sanadnya, dari Ishaq, bahwa ia berkata: “Ayahku berkata
kepadaku: “Suatu hari Imam al-Syafi’i berbicara kepada sebagian ulama fuqaha,
lalu beliau berbicara dengan cara yang rinci, mendalam, menuntut dan
mempersempit bahasan. Lalu aku berkata: “Wahai Abu Abdillah: “Cara Anda
menjelaskan ini metodologi ahli kalam, bukan ahli halal dan haram (fuqaha)”.
Lalu beliau berkata: “Aku menguasai itu (ilmu kalam), sebelum menguasai ini
(ilmu fiqih).” (Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i, juz 1 hlm 457).
Dalam riwayat di atas, jelas
sekali pengakuan Imam al-Syafi’i bahwa beliau menguasai ilmu kalam.
WAHABI: Mana riwayat-riwayat yang
mengindikasikan bahwa ilmu kalam yang dicela oleh Imam al-Syafi’i adalah ilmu
kalam versi Mu’tazilah dan ahli bid’ah?
SUNNI: Banyak sekali riwayat
mengenai hal ini, antara lain riwayat al-Imam al-Baihaqi dalam Manaqib
al-Syafi’i sebagai berikut:
وقال الربيع بن سليمان:
"حضرت الشافعي وحدَّثني أبو شعيب إلا أني أعلم أنه حضر عبد الله بن عبد الحكم
ويوسف بن عمرو بن يزيد وحفص الفرد وكان الشافعي يسميه المنفرد، فسأل حفص عبد الله بن
عبد الحكم فقال: ما تقول في القرءان، فأبى أن يجيبه فسأل يوسف بن عمرو،فلم يجبه وكلاهما
أشار إلى الشافعي، فسأل الشافعي فاحتجَّ عليه الشافعي، فطالت فيه المناظرة فقام الشافعي
بالحجة عليه بأن القرءان كلام الله غير مخلوق، وكفَّر حفصاً الفرد، قال الربيع: فلقيت
حفصاً الفرد في المسجد بعدُ فقال: أراد الشافعي قتلي " اهـ.
Al-Rabi’ bin Sulaiman berkata:
“Aku menghadiri Imam al-Syafi’i, dan Abu Syu’aib bercerita kepadaku, hanya saja
aku mengetahui bahwasanya telah hadir Abdullah bin Abdul Hakam, Yusuf bin Amr
bin Yazid dan Hafsh al-Fard. Al-Syafi’i menamakannya al-Munfarid (yang suka
nyeleneh). Lalu Hafsh bertanya kepada Abdullah bin Abdul Hakam: “Bagaimana
pendapatmu tentang al-Qur’an?” Abdullah tidak mau menjawabnya. Lalu Hafsh
bertanya kepada Yusuf bin Amr. Yusuf juga tidak menjawabnya. Lalu keduanya
mengisyaratkan kepada al-Syafi’i. Lalu Hafsh bertanya kepada al-Syafi’i, lalu
al-Syafi’i mematahkan hujjahnya Hafsh. Lalu perdebatan menjadi panjang.
Akhirnya al-Syafi’i memenangkan hujjah kepada Hafsh bahwa al-Qur’an itu firman
Allah dan bukan makhluq, dan ia mengkafirkan Hafsh.” Al-Rabi’ berkata: “Lalu
aku bertemu Hafsh sesudah itu di Masjid. Ia berkata: “Al-Syafi’i hendak
membunuhku.” (Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i, juz 1 hlm 455).
Riwayat di atas yang menceritakan
perdebatan Imam al-Syafi’i dan akhirnya mengalahkan Hafsh al-Fard menjadi bukti
bahwa beliau menguasai ilmu kalam. Perdebatan dengan ahli kalam hanya bisa
dilakukan dengan teori ilmu kalam yang sama. Hal ini sebagai bukti bahwa Imam
al-Syafi’i menguasai ilmu kalam. Sedangkan ilmu kalam yang beliau cela adalah
ilmu kalam versi Hafsh al-Fard, Mu’tazilah dan ahli bid’ah.
Sebelum Imam al-Syafi’i, sebagian
ulama salaf yang shaleh sudah ada yang ahli ilmu kalam. Mereka juga dipuji oleh
ulama salaf.
WAHABI: Mana buktinya bahwa
sebelum Imam al-Syafi’i ada ulama salaf yang ahli ilmu kalam dan dipuji oleh
ulama salaf juga?
SUNNI: Al-Imam al-Baihaqi
meriwayatkan:
قَالَ ابْنُ وَهْبٍ
حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَنَّهُ دَخَلَ يَوْمًا عَلىَ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيْدَ بْنِ
هُرْمُزٍ فَذَكَرَ قِصَّةً ـ ثُمَّ قَالَ : وَ كَانَ ـ يَعْنِي ابْنَ هُرْمُزٍ ـ بَصِيْرَا
بِالْكَلاَمِ وَ كَانَ يَرُدُّ عَلىَ أَهْلِ اْلأَهْوَاءِ وَ كَانَ مِنْ أَعْلَمِ النَّاسِ
بِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنْ هَذَا اْلأَهْوَاءِ
Ibnu Wahab berkata: “Malik
bercerita kepada kami, bahwa pada suatu hari ia mendatangi Abdullah bin Yazid
bin Hurmuz, lalu ia menyebutkan suatu kisah, kemudian Malik berkata: “Ibnu
Hurmuz seorang ulama yang ahli dalam ilmu kalam. Ia membantah kelompok ahli
bid’ah. Ia termasuk ulama yang paling menguasai masalah-masalah yang
diperselisihkan oleh mereka terkait ajaran-ajaran bid’ah tersebut.”
(Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, juz 1 hlm 96).
Dalam pernyataan di atas jelas
sekali, Imam Malik radhiyallahu ‘anhu memuji gurunya, Abdullah bin Yazid bin
Hurmuz karena keahliannya dalam bidang ilmu kalam dan perjuangannya dalam
membantah ajaran-ajaran ahli bid’ah. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu kalam itu
ada yang tercela dan ada yang terpuji. Ilmu kalam yang dicela oleh ulama salaf
adalah ilmu kalam yang ditekuni oleh kaum ahli bid’ah untuk membela ajaran
bid’ah mereka, seperti kaum Mu’tazilah, Qadariyah, Syiah dan semacamnya. Ilmu
kalam yang terpuji adalah ilmu kalam yang ditekuni oleh ulama Ahlussunnah
Wal-Jama’ah untuk membela ajaran al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.
Anda tahu, bahwa Wahabi dan
pendahulunya secara diam-diam menggunakan ilmu kalam, dan tersesat karena ilmu
kalam tersebut?
WAHABI: Ah, mana buktinya?
Bersambung
Komentar