Imam Al-Syafi’i Dan Tauhid Wahabi (Part 2)






Bongkar Kedustaan Buku Wahabi
“MANHAJ SALAFI IMAM SYAFI’I (MSIS)” (Part 2)








Buku Manhaj Salafi Imam Syafi’i
(MSIS) ditulis oleh Ustadz Yusuf Mukhtar Sidayu, dengan kata pengantar Dr
Arifin Baderi dan Dr Nur Ihsan dari Jember. Berikut tanggapan kami dengan
narasi dialog agar mudah difahami.





WAHABI: Imam Syafi’i menetapkan
pembagian tauhid menjadi tiga. (Buku MSIS hlm 60).





SUNNI: Jelas tidak benar. Imam
al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu tidak pernah menetapkan pembagian tauhid menjadi
tiga. Demikian pula ulama-ulama salaf yang lain, tidak pernah menetapkan
pembagian tauhid menjadi tiga.





Karena yang pertama kali
melakukan pembagian tauhid menjadi tiga, justru Ibnu Taimiyah, ulama yang hidup
pada abad kedelapan Hijriah. Lalu pembagian tauhid tiga ini disebarluaskan oleh
kaum Wahabi sejak abad kedua belas Hijriah.





WAHABI: Yang menunjukkan pembagian
tersebut, cukuplah di antaranya ucapan Imam al-Syafi’i tatkala berkata:





اَلْحَمْدُ للهِ
الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلاَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّوْرَ ثُمَّ
الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُوْنَ ... 
وَلاَ يَبْلُغُ الْوَاصِفُوْنَ
كُنْهَ عَظَمَتِهِ الَّذِيْ هُوَ كَمَا وَصَفَ نَفْسَهُ وَفَوْقَ مَا يَصِفُهُ بِهِ
خَلْقُهُ





“Segala puji hanya bagi Allah
yang menciptakan langit-langit dan bumi, dan menjadikan kegelapan dan cahaya
kemudian orang-orang kafir menyimpang … 





Dan orang-orang yang menyifatkan
hakikat keagungan-Nya tidak akan bisa sampai seperti apa yang Dia sifatkan pada
diri-Nya dan lebih dari apa yang disifatkan oleh makhluk-Nya.” (Al-Imam
al-Syafi’i, al-Risalah, hlm 101).





Ucapan beliau “yang menciptakan
langit dan bumi” adalah tauhid rububiyyah.





Ucapan beliau “kemudian
orang-orang kafir menyimpang” adalah tauhid uluhiyyah, karena penyimpangan
mereka bukan pada tauhid rububiyyah, melainkan dalam uluhiyyah..





Ucapan beliau “orang-orang yang
menyifatkan tentang keagungan-Nya” adalah tauhid asma’ wa shifat. (MSIS hlm
62).





SUNNI: Kutipan dari Imam
al-Syafi’i di atas justru bertentangan dengan tauhid tiga wahabi yang Anda
bawakan. Anda juga telah mentahrif (melakukan distorsi) terhadap pernyataan
Imam al-Syafi’i di atas. Berikut kami jelaskan bukti-bukti kesalahan Anda yang
fatal dalam mengartikan perkataan Imam al-Syafi’i di atas.





Pertama, Imam al-Syafi’i
radhiyallahu ‘anhu berkata:





اَلْحَمْدُ للهِ
الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلاَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّوْرَ





“Segala puji hanya bagi Allah
yang menciptakan langit-langit dan bumi, dan menjadikan kegelapan dan cahaya.”





Sebagaimana dimaklumi, perkataan
al-Imam al-Syafi’i di atas adalah iqtibas (petikan) dari ayat al-Qur’an Surah
al-An’am. Dalam ayat di atas, lafal Allah, yang berarti Uluhiyyah, dikaitkan
dengan penciptaan langit-langit, bumi, kegelapan dan cahaya. Dengan demikian,
seharusnya ayat tersebut dikaitkan dengan tauhid uluhiyyah, agar selaras dengan
lafal Allah. Tetapi Anda dengan semborononya mengaitkannya dengan tauhid
rububiyyah. Ini jelas kesalahan fatal.


Kedua, Imam al-Syafi’i
radhiyallahu ‘anhu berkata:





ثُمَّ الَّذِيْنَ
كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُوْنَ





“Kemudian orang-orang kafir
menyimpang”





Terjemahan Anda terhadap ayat
tersebut adalah tidak benar. 





Para ulama menerjemahkan ayat tersebut dengan:


“Namun orang-orang yang kafir
mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.”





Jadi lafal ya’diluun, oleh para
ulama diartikan mempersekutukan dan menyamakan Tuhan dengan selain Tuhan, bukan
diartikan menyimpang.





Dalam ayat tersebut, lafal
rabbihim, yang berarti rububiyyah, dikaitkan dengan kemusyrikan orang-orang
kafir. Dengan demikian, seharusnya, kalau Anda sebagai Wahabi konsisten dengan
kalimat di atas, ayat tersebut berkaitan dengan tauhid rububiyyah, bukan
uluhiyyah, agar selaras dengan lafal rabbihim dalam ayat tersebut. Tetapi Anda,
justru memahaminya sebagai tauhid uluhiyyah. Jadi Anda membolak-balik
pernyataan ulama selevel Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu, agar sesuai dengan
pembagian tauhid Wahabi.





Dan apabila Anda konsisten
mengikuti pernyataan Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu secara benar, maka
batallah pembagian tauhid menjadi tiga ala wahabi yang Anda sebarkan. Dan
nyatalah kebohongan Anda kepada umat Islam.





Ketiga, Imam al-Syafi’i
radhiyallahu ‘anhu berkata:





وَلاَ يَبْلُغُ الْوَاصِفُوْنَ
كُنْهَ عَظَمَتِهِ الَّذِيْ هُوَ كَمَا وَصَفَ نَفْسَهُ وَفَوْقَ مَا يَصِفُهُ بِهِ
خَلْقُهُ





Dan
orang-orang yang menyifatkan hakikat keagungan-Nya tidak akan bisa sampai
seperti apa yang Dia sifatkan pada diri-Nya dan lebih dari apa yang disifatkan
oleh makhluk-Nya.”





Fragmen tersebut sebenarnya
memberikan pengertian bahwa al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu beri’tiqad
bahwa Allah subhanahu wa ta’ala bukan benda yang tersusun (jisim) dan bukan
pula menetap pada suatu arah. Karena seandainya Allah itu berupa benda atau
menetap pada suatu arah, tentu orang-orang yang menyifati-Nya akan bisa sampai
pada hakikat keagungan-Nya. Ternyata di sini Imam al-Syafi’i, menegaskan bahwa
orang-orang yang menyifati-Nya tidak akan sampai pada hakikat keagungan-Nya,
sebagaimana Dia menyifati diri-Nya, dan lebih dari apa yang disifatkan oleh
makhluk-Nya. Pernyataan tersebut sekaligus membatalkan terhadap konsep akidah
Wahabi yang meyakini bahwa Tuhan bertempat di Arasy, dan bentuknya seperti
seorang laki-laki yang masih muda dan tanpa jenggot. Allah Maha Suci dari
menyerupai apapun. Para ulama salaf berkata:





كُلُّ مَا خَطَرَ
بِبَالِكَ فَاللهُ لَيْسَ كَذَلِكَ





Setiap apa yang terlintas dalam
pikiranmu, maka Allah tidak seperti itu.





Keyakinan bahwa wujudnya Allah
tanpa tempat dan arah, adalah kesepakatan Ahlussunnah Wal-Jama'ah sejak
generasi salaf yang saleh. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh seorang ulama
salaf, yaitu al-Imam Abu Ja'far al-Thahawi dalam al-'Aqidah al-Thahawiyyah:





تَعَالَى (يَعْنِىْ
اللهُ) عَنِ الْحُدُوْدِ وَالْغَايَاتِ وَاْلأَرْكَانِ وَاْلأَدَوَاتِ لاَ تَحْوِيْهِ
الْجِهَاتُ السِّتُّ كَسَائِرِ الْمُبْتَدَعَاتِ
.





Maha suci Allah dari batas-batas
(bentuk kecil maupun besar, sehingga Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali),
batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti tangan, wajah dan
anggota badan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah,
anak lidah, hidung, telinga dan lainnya), Dia tidak diliputi oleh satu maupun
enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang), tidak seperti
makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut. (Al-‘Aqidah
al-Thahawiyyah).





Pernyataan al-Imam al-Thahawi
tersebut merupakan ijma' (konsensus) para sahabat dan ulama salaf yang saleh,
karena al-Imam al-Thahawi menulis kitabnya, al-'Aqidah al-Thahawiyyah sebagai
rangkuman dari akidah-akidah yang menjadi keyakinan seluruh sahabat dan ulama
salaf yang saleh. Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi juga mengatakan:





وَأَجْمَعُوْا عَلىَ
أَنَّهُ لاَ يَحْوِيْهِ مَكَانٌ وَلاَ يَجْرِيْ عَلَيْهِ زَمَانٌ
.





Ahlussunnah Wal-Jama'ah juga
bersepakat, bahwa Allah itu tidak diliputi oleh tempat dan tidak dilalui oleh
zaman. (Abu Manshur Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi, al-Farq baina al-Firaq,
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tanpa tahun, hlm. 256).





Dari paparan di atas dapat
disimpulkan bahwa al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu tidak berakidah seperti
Wahabi, yang membagi tauhid menjadi tiga, rububiyyah, uhuliyyah dan asma’ wa
shifat.





WAHABI: Sebagai bukti bahwa Imam
al-Syafi’i meyakini tauhid uluhiyyah ala Wahabi, adalah larangan beliau membuat
bangunan di atas kuburan.





SUNNI: Anda pasti salah fatal
lagi.





WAHABI: Kok salah fatal sih. Coba
lihat dalam kitab al-Umm, al-Imam al-Syafi’i berkata:





وَأُحِبُّ أَنْ لاَ
يُبْنَى وَلاَ يُجَصَّصَ فإن ذلك يُشْبِهُ الزِّينَةَ وَالْخُيَلاَءَ وَلَيْسَ الْمَوْتُ
مَوْضِعَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ولم أَرَ قُبُورَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ مُجَصَّصَةً
... 
وقد رَأَيْت من الْوُلَاةِ
من يَهْدِمَ بِمَكَّةَ ما يُبْنَى فيها فلم أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ ذلك فَإِنْ
كانت الْقُبُورُ في اْلأَرْضِ يَمْلِكُهَا الْمَوْتَى في حَيَاتِهِمْ أو وَرَثَتُهُمْ
بَعْدَهُمْ لم يُهْدَمْ شَيْءٌ أَنْ يُبْنَى منها وَإِنَّمَا يُهْدَمُ أن هُدِمَ ما
لَا يَمْلِكُهُ أَحَدٌ فَهَدْمُهُ لِئَلاَّ يُحْجَرَ على الناس مَوْضِعُ الْقَبْرِ
فَلاَ يُدْفَنُ فيه أَحَدٌ فَيَضِيقُ ذلك بِالنَّاسِ





Saya suka agar kuburan itu tidak
dibangun dan dikapur karena hal termasuk perhiasan dan kesombongan, sedangkan
kematian bukanlah tempat untuk salah satu di antara keduanya. Dan saya tidak
mendapati kuburan orang-orang Muhajirin dan Anshar dibangun... Aku mendapati
para imam di Makkah memerintahkan dihancurkannya bangunan-bangunan (di atas
kuburan) dan aku tidak mendapati para ulama mencela hal itu. (Al-Imam
al-Syafi’i, al-Umm juz 1 hlm 277). (DIKUTIP DARI MSIS hlm 68).





SUNNI: Itu bukti ketidakjujuran
Anda. Mengapa demikian?





Pertama, al-Imam al-Syafi’i
radhiyallahu ‘anhu tidak suka membangun kuburan, bukan karena berkaitan dengan
kesyirikan dan pelanggaran tauhid uluhiyyah seperti yang digembar-gemborkan
Wahabi Anda. Tetapi karena faktor, kuburan itu bukan tempat perhiasan dan
kesombongan, sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam al-Syafi’i sendiri dalam
pernyataan di atas.





Kedua, Anda melakukan kesalahan
dalam menerjemahkan perkataan al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu di atas.
Harusnya Anda terjemahkan, aku mendapati sebagian wali (penguasa) di Makkah
memerintahkan dihancurkannya bangunan-bangunan di atas kuburan tersebut.





Ketiga, Anda telah membuang
perkataan Imam al-Syafi’i yang tidak sesuai dengan selera hawa nafsu Anda.
Perkataan al-Imam al-Syafi’i yang Anda buang menjadi bukti bahwa perobohan
bangunan di atas kuburan tersebut, ketika kuburan itu milik umum, bukan milik
pribadi. Jadi masalah pembongkaran kuburan tersebut tidak ada kaitannya dengan
syirik dan tauhid uluhiyyah ala Wahabi. Perkataan tersebut selengkapnya begini:





وَأُحِبُّ أَنْ لاَ
يُبْنَى وَلاَ يُجَصَّصَ فإن ذلك يُشْبِهُ الزِّينَةَ وَالْخُيَلاَءَ وَلَيْسَ الْمَوْتُ
مَوْضِعَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ولم أَرَ قُبُورَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ مُجَصَّصَةً
... 
وقد رَأَيْت من الْوُلَاةِ
من يَهْدِمَ بِمَكَّةَ ما يُبْنَى فيها فلم أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ ذلك فَإِنْ
كانت الْقُبُورُ في اْلأَرْضِ يَمْلِكُهَا الْمَوْتَى في حَيَاتِهِمْ أو وَرَثَتُهُمْ
بَعْدَهُمْ لم يُهْدَمْ شَيْءٌ أَنْ يُبْنَى منها وَإِنَّمَا يُهْدَمُ أن هُدِمَ ما
لَا يَمْلِكُهُ أَحَدٌ فَهَدْمُهُ لِئَلاَّ يُحْجَرَ على الناس مَوْضِعُ الْقَبْرِ
فَلاَ يُدْفَنُ فيه أَحَدٌ فَيَضِيقُ ذلك بِالنَّاسِ





Saya suka agar kuburan itu tidak
dibangun dan dikapur karena hal termasuk perhiasan dan kesombongan, sedangkan
kematian bukanlah tempat untuk salah satu di antara keduanya. Dan saya tidak
mendapati kuburan orang-orang Muhajirin dan Anshar dibangun... Aku mendapati
para imam di Makkah memerintahkan dihancurkannya bangunan-bangunan (di atas
kuburan) dan aku tidak mendapati para ulama mencela hal itu. 





APABILA KUBURAN
YANG DIBANGUN ITU HAK MILIK SI MATI KETIKA MASIH HIDUPNYA ATAU AHLI WARIS
MEREKA SETELAH KEMATIANNYA, MAKA BANGUNAN ITU TIDAK BOLEH DIROBOHKAN. BANGUNAN
KUBURAN YANG DIROBOHKAN HANYALAH YANG BUKAN HAK MILIK SESEORANG. MEROBOHKANNYA
AGAR TIDAK MENGHALANGI ORANG LAIN UNTUK DIMAKAMKAN DI KUBURAN TERSEBUT,
SEHINGGA MEMBUAT SEMPIT BAGI BANYAK ORANG. (Al-Imam al-Syafi’i, al-Umm juz 1
hlm 277).





Perhatikan, alangkah lihainya
guru-guru Anda, para Syaikh Wahabi dan Ustadz-ustadz Wahabi yang mengaku Salafi
dalam memotong perkataan seorang ulama besar selevel al-Imam al-Syafi’i
radhiyallahu ‘anhu. Perkataan al-Imam al-Syafi’i tersebut tidak ada kaitannya
dengan syirik dan tauhid uluhiyyah, tetapi guru-guru Anda mendramatisir
seakan-akan perobohan bangunan kuburan tersebut berkaitan dengan syirik dan
tauhid rububiyyah, dengan cara mengutip pernyataan Imam al-Syafi’i hanya
sepotong-sepotong.





WAHABI: Owh, ternyata para ustadz
dan doktor wahabi itu sering berbohong ya???





SUNNI: Ya itulah kerjaan mereka.





Wahabi: YA YA YA





Bersambung...




No comments

Powered by Blogger.