Perbedaan Metode Nahi Mungkar Kaum Nahdliyin (NU) dan FPI
Ada beberapa
orang bertanya, kenapa Kyai NU itu kesannya kok gak peduli Nahi Mungkar.
Cuma bisa ngaji gak berani turun ke jalan berantas kemaksiatan.
Bahkan
ada yang nyinyir. "Kalau ceramah siapa yang gak bisa. Dijemput mobil,
pulang dikasih salam templek. Kalau berani noh bubarin pesta miras."
Mendengar
pertnyaan gitu, saya cuma bisa nyengir. Sambil ngelus-ngelus iphone 7 jangan
sampai jatuh karena terbawa emosi.
Inilah
penyakit hati umat saat ini. Tahasud, Saling hasud satu sama lain. Semoga kita
terhindar darinya. Jika semua paham bahwa jalan dakwah itu macam-macam pastilah
tak ada kebencian.
Kesalahan
pertama, adalah dikotomi antara amar makruf dan Nahi anil Mungkar. Dikira,
kalau amar makruf itu berarti gak nahi Mungkar. Ini salah.
Kedua,
Baik Amar Makruf ataupun Nahi Mungkar ada tahapan. Gak bisa instan. Bagaimana
mau ngajak kebaikan kalau sama yang diajak belum kenalan.
Apalagi
mau menghentikan kemaksiatan. Mustahil jika kita sendiri risih berdekatan.
Ibarat menyembuhkan luka, kita malah jijik menyentuhnya.
Di
satu sisi kita teriak nahi Mungkar itu wajib, di sisi lain kita jijik berteman
dengan ahli maksiat.
Mbokya
jangan membeda bedakan mahluk Tuhan. Siapapun mereka berhak menemukan jalan.
Tunjukkan jalan bukan menyesatkan.
Bukankah, membuat preman simpati pada
kita jauh lebih baik dari pada melukai hatinya lalu lari dari kebenaran. Sebelum Nahi anil Mungkar, mestinya
kita melawan kemaksiatan dalam dada yang menganggap diri paling taqwa dan yang
didakwahi penuh dosa.
Sebagian Ormas yang mengatasnamakan islam terkesan bangga karena mereka menganggap bahwa dirinya adalah orang yang paling berjasa pada islam, karena mereka merasa telah mampu melakukan Nahi Mungkar, alasan mereka ini bertumpu pada hadits yang diriwayatkan oleh Sa'id al-Khudri seperti dibawah ini:
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه وإن لم يستطع فبقلبه وذالك اضعف الايمان
Barang siapa yang melihat kemungkaran maka hendaknya rubahlah dengan tanganmu (kekuasaanmu) jika tidak mampu dengan tanganmu, maka rubahlah dengan lisanmu jika tetap tidak mampu dengan lisanmu maka dengan (ingkarnya) hatimu terhadap kemungkaran tersebut, namun hal terakhir ini adalah tindakan selemah-lemahnya Iman.
Banyak yang kurang tepat memahami makna hadits di atas. Oleh karenanya saya akan membahas hadits di atas sedikti lebih jauh, baik membahas secara makna falsafi maupun makna narasi non permukaannya.
Karena yang hendak saya bahas pada tulisan ini adalah posisi Nahi Mungkar dalam urutan dakwah islam.
Pada surat Ali Imran Ayat 104, Allah berfirman dengan sangat jelas:
ولتكن منكم امة يدعون الى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر واولئك هم المفلحون
Jadilah kamu sebagian umat yang mengajak pada kebajikan dan memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan orang-orang yang melakukan hal diatas adalah orang-orang bahagia (menang).
Kalau ayat diatas kita perhatikan dengan jeli, maka kita akan menemukan pesan tersirat dari ayat diatas, yakni, Gusti Allah mengurutkan kalimat (يدعون الى الخير) di urutan pertama dan kalimat (يامرون بالمعروف) di urutan kedua, sedang kalimat (ينهون عن المنكر) di urutan terakhir. Struktur kalimat seperti ini diistilahkan dengan At-Tartib Al-Khariji dalam Ilmu Balaghah.
Kenapa Kalimat (يدعون الى الخير) diletakkan di urutan pertama?
Karena mengajak kepada kebajikan sudah mengandung nilai memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Makna mengajak, selain dirinya melakukan juga mempunyai muatan makna memerintah dan mencegah.
Satu contoh: Guru saya mbah Zaenal Maarif mengajak saya melakukan shalat. Maka sudah barang tentu beliaupun ikut mendirikannya dan otimatis pada waktu itu kemungkaran tercegah dengan sendirinya.
Berbeda dengan amar makruf (memerintah kebaikan) maka belum tentu yang memerintahnya ikut melakukannya.
Contoh: Mbah Zaenal Maarif memerintah saya untuk melakukan shalat, maka belum tentu beliaupun melakukannya.
Dan dalam mencegah kemungkaran tidak ada makna mengajak melakukan kebajikan dan memerintah kebaikan. Karena makna mencegah kemungkaran adalah menghentikan sebuah tindakan, berbeda dengan mengajak dan memerintah, karena keduanya bertujuan untuk menuntut melakukan sebuah tindakan.
Itulah sebabnya kenapa Gusti Allah mengurutkan mengajak kebajikan pada urutan pertama, karena mengajak kebajikan lebih utama daripada memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Makanya tidaklah aneh para Ulama NU lebih memilih Mengajak kebajikan daripada hanya sekedar memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Berdakwah dengan mengajak kepada kebajikan mampu mencegah kemungkaran, sedang mencegah kemungkaran belum tentu mampu membuahkan kebajikan.
Tapi walaupun Mencegah kemungkaran adalah kualitas terendah dalam berdakwah, anehnya para pengikut Ormas Pimpinan Imam Jumbo Umat Islam indonesia mengaku paling hebat dalam berdakwah, padahal nahi mungkar mereka berkualitas terendah dalam dakwah.
(Kang Iik Fikri Mubarok, dkk)
Komentar