Islam Agama Dalil, Bukan Perkataan Ulama
Orang semakin mudah berkomunikasi, menebar akun-akun
"agamis" yang menginginkan orang terjebak pada nama akun yang
terkesan Islami, hingga mengikuti alur pemikiran golongan tertentu yang
menyimpang dari agama islam itu sendiri.
Bahkan tak jarang dalam dakwah-dakwah di masjid-masjid
ataupun mushalla-mushalla ada Ustadz yang berpenampilan dhahir sangat religius dengan
mengenakan gamis dan sorban yang menggambarkan seorang alim, berjenggot lebat
dan banyak menyetir ayat dan hadits-hadits dalam dakwahnya seraya mengatakan bahwa
Islam adalah agama dalil, bukan kata Ulama, Guru, Kyai, Syaikh dan sebagainya.
Tujuannya tidak lain untuk menumbuhkan rasa ketidakpercayaan di tengah-tengah masyarakat serta menjauh dari ulama-ulama, Kyai, Teungku yang biasanya berdakwah dengan menyampaikan syarah maupun
penafsiran ayat dan hadits, bukan membacakan ayat dan hadits secara langsung.
Padahal sang Ulama bukannya tidak paham dalil, tapi agar pendengar lebih mudah
memahami dan mencerna, mereka terkadang hanya menyampaikan rincian penjelasannya saja. Sebab
ada ayat dan hadits yang memiliki makna kandungan yang dalam dan agak jauh dari terjemah tekstualnya.
Analoginya, ada Cheff yang telah diakui kemahirannya dalam
komunitasnya sebagai Cheff kelas satu bahkan di dunia internasional yang
berkerja di suatu restoran ternama dengan keahliaan meracik berbagai makanan itu dan hari-harinya hanya sibuk dengan pekerjaan tersebut.
Ketika ia telah siap
memasak dan menyajikan makanan kepada para pengunjung restoran lalu datang
orang yang tidak jelas asal-usulnya, tiba-tiba ia membuang semua makanan yang
telah disajikan ke tempat sampah dan mengganti semua itu dengan sayuran, ikan dan daging segar
di hadapan pengunjung untuk di santap secara langsung.
Bukankah tindakan semacam ini sangat konyol, sanggupkah
mereka mencerna semuanya secara langsung dengan keterbatasan kemampuannya itu?
Untuk lebih lengkapnya, Simak cerita pendek berikut ini:
Dengan mencincing celana, si wahab berujar lantang,
"Wahai saudara, agama islam itu agama dalil, maka
beragama itu jangan kata kyai, jangan kata syekh, jangan kata guru" ujar
si wahab berapi api.
"Maaf Cak, anda bisa tulis dan baca huruf alif yang
tertulis dalam Al-Quran, gak? Kata si ahmad mencoba Tanya.
"Ya bisalah, kenapa?" Jawab wahab singkat.
"Kata siapa itu dibaca alif?" Tanya si ahmad lagi.
"Ya memang itu bacanya alif" jawab wahab enteng
"Anda yakin itu dibaca alif" si ahmad coba
menggoda.
"Yakin banget, sejak kecil aku uda paham itu dibaca
alif" jawab wahab lagi.
"Mana ayat Qur'an yang menjelaskan itu dibaca
alif?" Tanya ahmad pelan.
"Ehmm ya ga ada lah" jawab si wahab.
"Coba sebutkan hadits saja yang mengupas tentang huruf
alif, atau yang memerintahkan bahwa itu harus dibaca huruf alif" pinta
ahmad coba menggoda lagi.
"Ehmmm ya gak adalah, itu kan uda maklum, bahwa itu
huruf alif" jelas si wahab membela diri.
"Lha kamu gak nemukan dalil bahwa itu harus dibaca
alif, kenapa kamu yakin itu huruf yang harus dibaca alif?" Goda si ahmad
lagi
"Semua Guru kan ngajarkan bahwa itu alif" jawab si
wahab agak gusar.
"Lho katanya gak boleh katanya guru, gak boleh katanya
kyai, kok sekarang ngakui katanya guru?" Sergah si ahmad sambil nyeruput
kopi.
"ehmmmmmm...." gumam si wahab sambil terus
nyincing celana kirinya
"Makanya jangan menafikan (tidak menganggap dan tidak
mengakui jasa) guru kita, guru atau kyai itulah yang mengajari kita agar mengerti
agama, mengimplementasikan agama dalam kehidupan.
Bukan main ribetnya hafalan itu
shahih atau tidak. Kyai itu kalau masalah dalil itu udah makanan mulai muda
saat di pesantren, jangan dikira omongan guru atau kyai itu ngawur dan gak
perlu digubris sebab dianggap bukan dalil. Kamu itu cak baru hafal satu hadits
terjemahan langsung nyalahkan ajaran kyai atau guru" jelas si ahmad sambil
terus nyeruput kopi di depannya.
"Ehmmmmm, gitu ya tapi kok di akun fanpage “Hadis Shahih”
bilang gitu ya...?" Sela si wahab kemudian.
Komentar