Hukum Tawasul Dengan yang Sudah Wafat







Dalam ajaran Islam dinyatakan bahwa manusia bisa bertawassul
kepada Allah dengan salah satu dari tiga cara.




Pertama melalui Amal Shalih. Artinya, seorang hamba yang
mukmin bisa menjadikan Amal Shalih yang dilakukannya sebagai Wasilah kepada
Allah supaya doanya dikabulkan.





Kedua, Tawassul melalui doa hamba-hamba Allah yang Shalih.
Dalam arti, seseorang meminta orang Shalih untuk mendoakannya.





Tawassul seperti ini dilakukan oleh saudara-saudara Nabi
Yusuf. Setelah mengakui kesalahan di masa lalu, Mereka minta ayah mereka, Nabi
Ya'qub as, untuk berdoa supaya Allah mengampuni mereka. Kisah ini diabadikan
dalam Al-Quran di surat Yusuf ayat 97-98.





Ketiga adalah adalah dengan menjadikan kedudukan Mulia
hamba-hamba Allah yang Shalih di sisi Allah sebagai Wasilah. Tawassul dengan
cara ini sering dilakukan oleh para sahabat Nabi dengan menjadikan kedudukan
Nabi di sisi Allah sebagai perantara bagi Terkabulnya doa Mereka.





Perlu diketahui...!!





Tidak ada seorang Muslim pun yang menolak Tawassul dengan
cara yang ketiga (3), Selain Kaum Wahhabi yang Menentangnya.





Tawassul yang menjadikan manusia sebagai perantara antara
seseorang dengan Allah, Contohnya dengan mengatakan, "Ya Allah aku
bertawassul dengan Nabinya kepada-Mu." Tawassul dengan cara ini oleh kaum
Wahabi dinilai sebagai perbuatan Dosa dan Syirik.





Muhammad bin Abdil Wahhab, (pendiri
wahabi) mengatakan: "Mereka yang bertawasul dengan Malaikat, Nabi
dan Wali serta menjadikannya sebagai pemberi Syafaat untuk mendekatkan diri
kepada Allah, Darah dan Harta mereka Halal." (Kasyf al-Syubhat hal: 58)





Ibnu Abdil Wahhab tanpa dalil dan argumentasi apapun
mengklaim pandangannya yang menyimpang itu sebagai pendapat seluruh Madzhab
Islam dengan mengatakan:





"Semua madzhab Islam sepakat bahwa orang yang
menjadikan siapa saja sebagai Wasilah antara dia dan Allah lalu menyeru orang
itu berarti dia telah Kafir dan Murtad, Nyawanya boleh ditumbahkan dan hartanya
bisa dirampas.."





Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Aal Syeikh (Salah
seorang mufti dan keturunan pendiri Wahabi), Mengenai Tawassul dengan Nabi
mengatakan: "Setelah kematiannya, Nabi tidak bisa melakukan pekerjaan
apapun bahkan tidak bisa mendoakan siapa saja. Karena itu, Bertawassul dengan
beliau tidak bisa dibenarkan secara logika dan bisa menyebabkan Syirik."





SEKARANG MARI KITA LIHAT SEBUAH
KETERANGAN DARI KITAB AL-KABIR KARYA ATH-THABRANI.





Didalam kitab tersebut diterangkan tentang Pemakaman Ibunda
Fathimah binti Asad ra.





Sayyidah Fathimah binti Asad bin Hasyim ra Adalah Ibunda Imam
‘Ali ra, dan beliau juga merupakan pengganti ibu bagi Junjungan kita Nabi Saw,
setelah kewafatan Ibunda Beiau, Sayyidah Aminah ra. Baginda Saw amat
menyayanginya seperti Ibunda Beliau sendiri.





Di saat Sayyidah Fathimah wafat, Baginda Nabi Saw, telah
memerintahkan agar beliau dimandikan dan ketika sampai ke siraman air kapur
barus, Maka Baginda Nabi s.a.w. sendiri yang Mengurus jenazahnya dengan tangan
Baginda yang Mulia.





Setelah itu, Baginda Nabi Saw, menanggalkan Gamisnya dan
dipakaikan kepadanya serta dikafankannya.





Baginda Nabi Saw telah memerintahkan beberapa sahabat,
antaranya Sayyidina ‘Umar ra, Sayyidina Abu Ayyub dan Sayyidina Usamah untuk
menggali kuburnya, Sedangkan Liang Lahadnya dibuat oleh tangan Baginda Nabi
sendiri. Setelah liang lahad disiapkan, Baginda Nabi Saw (sebelum jenazah
dimasukkan ke lahad) Masuk kedalam Lahad, kemudian berbaring seraya berdoa:





اللَّهُ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ
لا يَمُوتُ،
اغْفِرْ لأُمِّي فَاطِمَةَ بنتِ أَسَدٍ، ولَقِّنْهَا حُجَّتَها، وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مُدْخَلَهَا، بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَالأَنْبِيَاءِ الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِي،
فَإِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ





Allah Tuhan yang Menghidupkan dan Mematikan. Dialah yang
Maha Hidup yang tiada menerima kematian. Ampunilah bagi Ibundaku Fathimah binti
Asad, Bimbing dia untuk menegakkan Hujjahnya (yakni untuk menjawab Fitnah
Kubur), Luaskanlah Kuburnya, DEMI HAQ NABIMU (Beliau) DAN HAQ NABI SEBELUMKU, Maka
sesungguhnya Engkau Maha Pengasih.”





Setelah itu, baginda menshalati Jenazahnya dengan 4 Takbir
dan memakamkannya ke dalam Lahad tersebut dengan Dibantu oleh Sayyidina
Al-‘Abbas ra dan Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.





Dalam Kitab Majma’uz-Zawaid Jilid 9 Halaman 257 Disebutkan
nama-nama perawi hadit-hadits Shahih.





Para perawi yang disebut oleh At-Thabrani di dalam Al-Kabir
dan Al-Ausath semuanya baik (Jayyid) yaitu Ibnu Hiban, Al-Hakim dan lain-lain
yang membenarkan hadits tersebut dari Anas bin Malik. Selain mereka terdapat
juga nama Ibnu Abi Syaibah yang meriwayatkan Hadits itu secara berangkai dari
Jabir.





Ibnu ‘Abdul Birr meriwayatkan Hadits tersebut dari Ibnu
‘Abbas dan Ad-Dailami meriwayatkannya dari Abu Nu’aim. Jadi Hadits di atas itu
diriwayatkan dari sumber-sumber yang saling memperkuat kebenarannya.





Imam Sayyid Muhammad Zaki Ibrahim di dalam Kitab karyanya,
"Al-Ifhaam Wa Al-Ifhaam Qadhaya Al-Wasiilah Wa Al-Qubur” Halaman 32,
Beliau Menyatakan:



Dan juga kita perhatikan di sini bahwa para Nabi dan Nabi Muhammad Saw Bertawassul dengan Haq Mereka kepada Allah dalam Hadits tersebut
dan hadits-hadits lainnya.





Maka Tsabit (jawaz) bertawassul kepada Allah dengan "Haq”
atau dengan “Ahlil Haq” yang hidup dan yang mati. Sebaliknya, Adakah Hujjah
bagi orang yang menolak bertawassul..??!





Ya Allah, tiada kekuatan melainkan denganMu...!!!!







KESIMPULAN Keterangan Di atas,





1. Baginda Nabi Saw Bertawassul Kepada Nabi-Nabi Sebelum
Beliau.





2. Para Ulama dan Penganut Sekte Wahabi, Mengatakan bahwa
Tawassul, Kepada Para Nabi, Para Aulia, Para Shalihin adalah Bid'ah Sesat,
Syirik, Murtad, Kafir, Darah serta Hartanya Halal.





Jadi, Secara Langsung Mereka (Kaum
Wahabi) Mengatakan Bahwa, Baginda Nabi Saw telah Berbuat Syirik, dan memberi
Contoh kepada Umatnya untuk Melakukan Syirik dan Murtad..!!!




(Ustadz Hasan Baroom)

No comments

Powered by Blogger.