Kembali Kepada Alquran dan Hadits dengan Peta Mazhab




Syaikhuna Abon Seulimuem (Tgk. Mukhtar Luthfi bin Tgk. Abdul Wahhab bin Abbas bin Sayyid Al-Hadhrami)





Mazhab fiqih itu ada sebagai jalan untuk kita memahami
al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Dia ibarat peta yang menuntun kita agar tidak
tersesat dalam memahami teks-teks syariah. Sebagai tangga yang menyampaikan
kita kepada pemahaman al-Qur’an dan sunnah yang memang tinggi, yang tidak
mungkin kita mencapainya dengan badan sendiri.





Semua itu karena memang memahami
al-Qur’an dan sunnah itu tidak semudah dan tidak sesederhana yang dibayangkan.
Bukan hanya karena paham bahasa Arab lalu bisa menggali hukum dari 2 sumber
utama tersebut.





Kalau memang memahami kedua
sumber mulia itu hanya dengan bermodal bahasa Arab, tentu semua orang di
negara-negara berbahasa Arab itu menjadi mujtahid semua. Tapi nyatanya tidak.





Selain bahasa Arab, masih banyak
ilmu-ilmu yang harus dikuasai sampai akhirnya bisa menduduki bangku mujtahid
yang mana layak untuk menggali hukum dari al-Qur’an dan sunnah. Karena itulah
kita membutuhkan tangga sebagai wasilah mencapai tujuan; yakni al-Qur’an dan
Sunnah.





Kata ulama ushul; “lil-Wasa’il
hukumul-maqashid”, yang artinya “wasilah (dalam hal ini adalah mazhab) itu
hukumnya sama dengan hukum tujuannya (ikut Al-Quran dan Hadits)”. Merujuk
kepada al-Qur’an dan Sunnah itu wajib, akan tetapi sulit untuk mencapai itu
kecuali ada petanya ataupun dari sisi adalah tangga penunjangnya. Maka
mendapatkan tangga itu menjadi wajib, karena tujuannya itu wajib. Dengan
kesadaran diri atas ketidakmampuan dan kehati-hatian dalam beragama akan jatuh
pada kekliruan, maka bermazhab itu menjadi sebuah keharusan.





Kalau menolak bermazhab dan
kembali langsung kepada al-Quran dan sunnah, akan tetapi masih memahami makna
teka al-Quran dari Quran terjemah yang dikeluarkan Departemen Agama atau
penerbit lain; itu namanya bukan kembali ke al-Quran, itu namanya mengikuti
Departemen Agama atau penerbit yang menjadi penerjemah al-Quran tersebut.
Karena kalau memang mampu, harusnya jauhkan semua media-media itu, langsung
saja maknai teks-teks al-Quran itu sendiri, tanpa alat penunjang.





Lalu kalau menolak bermazhab dan
menagmbil hukum sesuatu dengan hadits yang ada pada shahih al-Bukhari atau
ulama hadits lainnya. Itu namanya bukan kembali ke al-Qur’an dan sunnah, itu
namanya mengikuti Imam al-Bukhari.




Kalau memang mampu menggali hukum
tanpa perantara mazhab, harusnya juga mempu menstatusi hadits sendiri tanpa rujuakan
manusia lain. Tidak al-Bukhari, begitu pula Albani, itu juga sama, mengikuti
manusia namanya, bukan mengikuti al-Qur’an dan Sunnah. Demikianlah adanya bila
mengikuti alur pemikiran para pengingkar mazhab dengan alasan-alasan yang dipaksakan dan penuh standar ganda. [Dokumen Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah]



Keterangan Foto




Ulama kharismatik Aceh, Al-Mukarram
Syaikhuna Abon Seulimuem yang merupakan Pimpinan Dayah Ruhul Fata Seulimuem Aceh Besar ini memiliki silsilah keturunan mulia (nasabnya menyambung kepada
Rasulullah saw) yang diperoleh dari kakek-kakek beliau yaitu Syekh Sayid
Al-Hadhrami dari negeri Yaman negerinya para Ahlulbait Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wasallam. Setelah ditelusuri, garis keturunannya hingga
menyambung ke negeri asalnya Hadratul Maut Yaman ternyata juga mempunyai marga
yang sama dengan Habib Umar bin Hafidh seorang ulama besar Sunni muktabarah yang
telah berdakwah ke berbagai penjuru dunia saat ini.


No comments

Powered by Blogger.