Al-Banna Sadari Kesalahan, IM Tetap pada Pendiriannya


Dr. Usamah Sayyid Al-Azhary, Dosen Ilmu Hadis Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir, menegaskan bahwa Hasan al-Banna Pendiri Jamaah Ikhwanul Muslimin, menyadari kesalahan manhaj dakwahnya di akhir hayat. Namun demikian, para pengikutnya yang tergabung di dalam Ikhwanul Muslimin masih tetap pada pendirinnya semula hingga melahirkan aksi-aksi yang radikal.

Fakultas Dakwah Islamiyah Universitas Al-Azhar Kairo, Selasa 1/12, menggelar seminar dengan judul “Pemahaman Menyimpang Islam Radikal dan Peran Al-Azhar dalam Menanggulanginya”. Hadir dalam seminar ini, Penasihat Presiden Mesir dan Dosen Universitas Al-Azhar Dr. Usamah Al-Azhary, Rektor Universitas Al-Azhar Dr. Abdul Hayyi Azb, Anggota Dewan Riset Al-Azhar Dr. Abdullah Najjar dan Dekan Fakultas Dakwah Islamiyah Dr. Jamal al-Faruq.

Dalam ceramahnya, Dr. Usamah Al-Azhary mengatakan, Pendiri Jamaah Ikhwanul Muslimin Hasan al-Banna senantiasa mengalami penentangan dari para gurunya atas ide-ide pemikirannya. Ide gerakan al-Banna ini mulai muncul saat ia berumur 19 tahun. Namun dua puluh tahun kemudian ia mulai menyadari akan kesalahan manhajnya ini dan berharap bisa kembali murni berdakwah tanpa tendensi politis di akhir hayatnya. Namun para pengikutnya tetap bersikeras mencampur-adukkan antara dakwah dengan target-target politik.

Al-Azhary juga menambahkan, Hasan al-Hudhaibi Mursyid ke-2 Ikhwanul Muslimin menyebutkan di dalam kitabnya “Qudhât lâ Du’ât” bahwa ideologi takfiri sudah menjangkiti gerakan Ikhwanul Muslimin. Bahkan ini terbukti secara jelas pada diri mantan Presiden Mesir Mursi, dimana ia menyatakan bahwa Islam sebenarnya adalah apa yang dipaparkan oleh Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Dzilâl al-Quran.

“Demikian juga, Mursyid Ikhwanul Muslimin Mahdi Akif dipilih berdasarkan pada bahwa ia pernah dipenjara selama 25 tahun. Dalam pandangan mereka seseorang dipilih menjadi pimpinan berdasarkan pada seberapa berat ujian kehidupannya, bukan berdasarkan kapasitas dan kemampuan ilmiahnya. Jika parameter ini benar, maka seharusnya Sayyidina Bilal bin Rabah lebih berhak untuk menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah SAW. mengingat ia adalah sahabat yang paling berat ujiannya,” ungkap Dr. Usamah Al-Azhary.

Al-Azhary juga mengatakan, pemikiran Sayyid Qutb di dalam penafsirannya terhadap ayat-ayat Al-Quran hingga saat ini terus melahirkan corak pemikiran radikal. Kitab Fi Dzilâl al-Quran karyanya menjadi rujukan kelompok-kelompok radikal takfiri sampai detik ini.

“Umat Nabi Muhammad SAW. tidak akan pernah kembali kepada kekafiran sebagaimana dipersepsikan oleh Sayyid Qutb dan kelompok-kelompok radikal takfiri yang mengikutinya. Kalian semua harus membaca, menelaah, meneliti dan mempelajari ilmu ushul fikih dan maqashid syariah. Kemudian ajarkanlah kepada masyarakat dan jadilah cahaya bagi mereka di tengah gelombang pemikiran takfiri saat ini,” tutup Dr. Usamah Al-Azhary setelah berbicara panjang lebar mengenai pemikiran radikal dan para tokohnya. (mosleminfo.com/dz)

Hadits Pilihan 
Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu:

"Ya Ibnu Mas'ud, dudukmu (walaupun sebentar) di majlis ilmu, walaupun tanpa memegang pena dan menulis satu huruf pun adalah lebih bagus daripada memerdekakan 1000 raqabah (budak), pandanganmu terhadap orang alim lebih bagus daripada 1000 kuda yang kamu sedekahkan di jalan Allah (sabilillah), salam-mu kepada orang alim lebih bagus daripada ibadah 1000 tahun".


(Kitab Lubabul Hadits, Bab I - Tentang Fadhilah Ilmu dan Ulama).

No comments

Powered by Blogger.