Dalil Permulaan, Tasalsul, Jisim, Jauhar, Qudrah Dan Iradah








Para ulama ahli kalam memperbincangkan, bahwa semua
perkara yang baru ini pasti ada permulaannya. Mereka juga membantah terhadap
kaum ateis yang mengatakan bahwa setiap gerakan pasti didahului oleh gerakan
sebelumnya, dan setiap hari pasti didahului oleh hari sebelumnya, serta
terhadap mereka yang berpendapat bahwa setiap bagian pasti dapat dibagi menjadi
dua tanpa ada batas akhirnya. Argumentasi para ahli kalam tersebut didasarkan
pada hadits shahih berikut ini:




عن
أبي هريرة رضي الله تعالى عنه أنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم :
(لا عدوى ولا صفر ولا هامة. فقال أعرابي : يا رسول الله. فما بال الإبل تكون في
الرمل كأنها الظباء ، فيجيء البعير الأجرب فيدخل فيها فيجربها كلها ؟ قال : فمن
أعدى الأول ؟ فسكت الأعرابيُ. رواه مسلم
 





Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata:
“Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada penyakit yang menular, tidak ada sial di
bulan Safar, dan tidak ada hammah”. Lalu seorang a’rabi bertanya: “Wahai
Rasulullah, bagaimana dengan unta sehat berkumpul dengan unta kudisan kulitnya,
sehingga unta tersebut menjadi kudisan pula?” Beliau menjawab: “Lalu siapa yang
menularkan (kudis) pada unta yang kudisan pertama?” Lalu orang a’rabi itu diam.
(HR. Muslim [2220]).




Hadits di atas sangat tegas, bagi setiap kejadian
ada permulaannya.




DALIL BATALNYA TASALSUL DAN ANALOGI





Para ulama ahli kalam juga membantah terhadap
mereka yang berasumsi bahwa setiap gerakan pasti didahului oleh gerakan
sebelumnya. Menurut ahli kalam, seandainya setiap gerakan pasti didahului oleh
gerakan sebelumnya tanpa ada batasnya, tentu gerakan tersebut tidak pernah
terjadi. Karena sesuatu (makhluk) yang tidak terbatas memang tidak pernah
terjadi, sebab makhluk berawal dari tidak ada. Dalam teori ilmu kalam, hal ini disebut dengan istilah tasalsul, mata
rantai yang tidak terbatas. Bantahan ahli kalam didasarkan pada hadits berikut
ini:




عن
أبي هريرة رضي الله تعالى عنه أنه قال : جاء رجل من بني فزارة إلى النبي صلى الله
عليه وسلم فقال : إن امرأتي ولدت غلاماً أسود فقال النبي صلى الله عليه وسلم : هل
لك من إبل ؟ قال : نعم ، قال : فما ألوانها ؟ قال : حمر قال : هل فيها من أورق ؟
قال : إن فيها لورقاً ، قال : فأنى أتاها ذلك ؟ قال : عسى أن يكون نزعه عرق ، قال
: وهذا عسى أن يكون نزعه عرق
.







Abu Hurairah RA berkata: “Seorang laki-laki dari
Bani Fazarah datang kepada Nabi SAW, lalu berkata: “Sesungguhnya istriku telah
melahirkan seorang anak laki-laki yang berkulit hitam.” Nabi SAW berkata:
“Apakah kamu mempunyai unta?” Ia menjawab: “Iya.” Beliau bertanya: “Apa warna
unta-untamu?” Ia menjawab: “Merah-merah.” Beliau bertanya lagi: “Adakah yang
berwarna hitam keabu-abuan?” Ia menjawab: “Iya, ada yang berwarna hitam
keabu-abuan.” Beliau bertanya: “Dari mana untamu yang berwarna seperti itu?” Ia
menjawab: “Barangkali menyerupai unta asalnya.” Beliau berkata: “Barangkali
anakmu juga menyupai asalnya (nenek moyangnya)”. (HR. Muslim, [1500]).










Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW mengajarkan
kita agar menganalogikan sesuatu dengan padanannya. Apabila unta-unta yang
merah dapat melahirkan anak yang berwarna hitam keabu-abuan, maka tidak menutup
kemungkinan, seorang suami-istri yang berkulit putih melahirkan anak yang
berkulit hitam. Hadits di atas menjadi dalil para ulama ahli kalam dalam
menganalogikan hukum sesuatu dengan padanannya atau yang menyerupainya.




DALIL TERBAGINYA BENDA PADA JISIM DAN JAUHAR






Para ulama ahli kalam juga berpendapat bahwa benda
(jisim) itu ada batasnya dan sampai pada bagian yang tidak terbagi lagi (juz’
la yanqasim) yang disebut dengan jauhar. Pendapat ini didasarkan pada ayat
al-Qur’an:




وَكُلَّ
شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ. (يس 12)




Dan segala sesuatu Kami himpun dalam Kitab Induk
yang nyata (Lauh mahfuz). (QS. Yasin : 12).




Ayat di atas menegaskan, bahwa segala sesuatu yang
ada telah dicatat dan dihimpun dalam kitab induk yang nyata yang disebut dengan
lauh mahfuzh. Hal ini membuktikan bahwa semua makhluk yang ada ini terbatas.
Sangat mustahil, sesuatu yang tidak terbatas dihimpun dan dikumpulkan menjadi
satu.
 




DALIL BAHWA TUHAN BERSIFAT IRADAH DAN MAMPU
MENCIPTAKAN





Tuhan yang menciptakan alam, wajib memiliki sifat
iradah, yaitu melakukan sesuatu berdasarkan kehendak dan pilihan-Nya, bukan
karena terpaksa. Dalil tentang sifat tersebut adalah ayat berikut ini:






أَفَرَأَيْتُم مَّا تُمْنُونَ ، أَأَنتُمْ
تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ. (الواقعة 58 – 59)




Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu
pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kami kah yang menciptakannya? (QS.
al-Waqi’ah : 58-59).






Ayat di atas memberikan penjelasan, bahwa seorang
laki-laki yang memancarkan spermanya ke rahim istrinya, belum tentu bisa
memciptakan anak, meskipun ia sangat mendambakannya. Hal ini mengingatkan,
bahwa Tuhan itu adalah Dzat yang mudah menciptakan makhluk sesuai dengan
rencana dan kehendaknya.

Sumber: Kyai Muhammad Idrus Ramli




No comments

Powered by Blogger.