Perbedaan Ulama Akhirat Dan Ulama Dunia


Imam Ghazali membagi ulama dalam dua kategori: Ulama Akhirat, Ulama pewaris Nabi, Warasat al-Anbiya; dan Ulama Dunia, Ulama Su’ (jahat).

Ulama Akherat adalah Ulama yang sadar betul akan ilmu yang dimilikinya. Ulama ini memiliki ciri-ciri antara lain, tidak memanfaatkan ilmu hanya untuk mencari keuntungan duniawi, konsekuen dengan ucapannya, sederhana, menjaga jarak dengan penguasa, tidak tergsa-gesa memberikan fatwa, mementingkan kata hati. Sementara itu, Ulama akherat hidup bersahaja dalam pengabdiannya yang shalih terhadap ilmu agama dan menjauhkan diri dari upaya mengejar kebendaan dan politik. 

Para ulama itu lebih senang melewatkan hari demi hari dalam kesederhanaan dari pada bergaul dengan raja dan konglomerat. Keseluruhan hidup mereka dimaksudkan untuk menyebarkan pengetahuan dan berjuang untuk mempertinggi moral masyarakat.

Ulama Dunia, Ulama Su’ (jahat) adalah Ulama yang mempergunakan ilmunya untuk mendapatkan kepuasan duniawi, termasuk menjadikannya tangga untuk meraih pangkat dan kedudukan. Ulama Dunia atau Ulama Su’ selalu menginginkan kekayaan dan kehormatan duniawi. Celakanya, mereka tidak segan-segan berkhianat pada hati nurani, asalkan tujuan mereka tercapai. 

Dalam kenyataannya, Ulama tersebut bergaul bebas dengan raja-raja dan pegawai pemerintah, serta memberikan sokongan moral terhadap tindakan mereka, tak perduli baik atau buruk. Terkait dengan Ulama Su’, ada ilustrasi menarik yang dipaparkan Ibnu Mas’ud: “Kelak akan datang suatu masa tatkala hati manusia asin; ilmu tidak bermanfaat lagi. Saat itu, hati ulama laksana tanah gundul dan berlapiskan garam. Meski disiram hujan, namun tidak setetes pun air tawar nan segar dapat diminum dari tanah itu.” Begitulah bila hati ulama cenderung mencintai dunia sehingga Allah mematikan sumber-sumber hikmah dan memadamkan pelita-pelita hidup.

Di zaman sekarang, di mana kita hidup di negeri Muslim terbesar dunia, diakui atau tidak, kita tengah kekurangan sosok ulama akherat, ulama pejuang, seperti sosok Abu Abd Al-Mu’ti Muhammad Nawawi ibn Umar Al-Tanara Al-Jawi Al-Bantani lebih dikenal Syekh Nawawi Al Bantani, Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, K.H. Abdullah Syafii, dan ulama pejuang lainnya. Sebab itu, di negeri Muslim terbesar dunia ini, majalah Playboy bisa beredar dengan legal, tingkat korupsi selalu ranking teratas di seluruh dunia, perjudian dan prostitusi merajalela, kekayaan alam anugerah Allah banyak diberikan kepada perusahaan-perusahaan non Muslim (Kafir), syariat Islam dianggap ketinggalan zaman, maraknya pemurtadan, munculannya berbagai macam aliran & pemikiran yang sudah jauh dari tuntunan pedahulu-pendahulu kita yang shalih dan kerusakan-kerusakan lainnya.

Bahkan Ulama Shaleh Pun Dituduh Musyrik


Negeri ini seakan tengah meluncur ke jurang kebinasaan, haruskah iman dan akidah kita ikut tergadai? Ulama Su’u pada umumnya adalah ulama yang bukannya mendekati Allah ta’ala namun mendekati para penguasa.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “barangsiapa mendatangi pintu penguasa maka ia akan terfitnah” ( HR Abu Dawud [2859]).

Diriwayatkan dari Abu Anwar as-Sulami r.a, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Jauhilah pintu-pintu penguasa, karena akan menyebabkan kesulitan dan kehinaan‘,”

Larangan bagi para Ulama untuk “mendatangi pintu penguasa” bukanlah larangan datang ke tempat penguasa atau larangan bekerjasama dengan penguasa bagi kepentingan masyarakat. Larangan bagi para ulama untuk “mendatangi pintu penguasa” adalah larangan dalam kalimat majaz yang artinya larangan bagi para ulama untuk “membenarkan” tindakan atau kebijakan penguasa yang bertentangan dengan Al Qur’an, Hadits, Ijma dan Qiyas. Pembenaran ini ada kaitannya dengan materi atau kepentingan duniawi.

Sehendaknya Ulama condong atau berpihak kepada penguasa atau pemimpin yang diridhai oleh Allah ta’ala. Penguasa atau pemimpin yang baik yakni penguasa atau pemimpin yang menyaksikan Allah dengan hatinya ('ain bashirah) atau minimal penguasa atau pemimpin yang selalu yakin dalam pengawasan Allah Azza wa Jalla. Penguasa atau pemimpin yang selalu yakin dalam pengawasan Allah Azza wa Jalla sehingga menghindarkan dirinya dari perbuatan yang dibenciNya, menghindarkan dirinya dari perbuatan maksiat, menghindarkan dirinya dari perbuatan keji dan mungkar.

"Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang kamu sombongkan, (ternyata) tidak ada manfaatnya buat kamu. Itukah orang-orang yang kamu telah bersumpah, bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?" (Allah berfirman), "Masuklah kamu ke dalam surga! Tidak ada rasa takut padamu dan kamu tidak pula akan bersedih hati."

Berpalinglah dari orang-orang yang menjadikan Agamanya, Ulama, Ustadz/Gurunya sebagai permainan (senda gurau), memperolok-olok dan, dan merekalah orang yang telah tertipu.

Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita, hingga kita dapat mengikutinya jalan yang diridhainya sesuai dengan tuntunan Nabi kita SAW.

No comments

Powered by Blogger.