Kitab Thaharah, Penjelasan Tentang Jenis Air Untuk Bersuci
Jenis-jenis Air :
Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh, yaitu:
Air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, air es, dan air embun.
Kemudian air dibagi menjadi empat macam: Thâhir (suci) muthahhir (mensucikan) tidak makruh; ia adalah air mutlak, thâhir muthahhir makruh; ia adalah air musyammas, thâhir (suci) tapi tidak mensucikan; ia adalah air musta’mal (air telah dipakai untuk membasuh yang difardhukan) dan air yang berubah karena bercampur dengan materi yang suci sehingga tidak sah ithlaq air padanya, dan air najis yang terjatuh padanya najis dan ukuran airnya kurang dari dua qullah, atau dua qullah, namun berubah salah satu dari warna, bau, dan rasa. Dua qullah adalah lima ratus liter Baghdad (perkiraan secara lebih kurang) dalam pendapat yang lebih sahih.
أنواع المياه
المياه التي يجوز بها التطهير سبع مياه ماء السماء وماء البحر وماء النهر وماء البئر وماء العين وماء الثلج وماء البرد ثم المياه على أربعة أقسام طاهر مطهر غير مكروه وهو الماء المطلق، وطاهر مطهر مكروه وهو الماء المشمس وطاهر غير مطهر وهو الماء المستعمل والمتغير بما خالطه من الطاهرات وماء نجس وهو الذي حلت فيه نجاسة وهو دون القلتين أو كان قلتين فتغير والقلتان خمسمائة رطل بغدادي تقريبا في الأصح
****
Penjelasan Tentang Bersuci (Thaharah)
Secara bahasa, thaharah adalah nadzafah (bersuci). Adapun secara terminologi, thaharah adalah mengerjakan sesuatu yang dengannya dibolehkan melakukan shalat, atau pekerjaan yang dilakukan dalam rangka mencari pahala.
Perkerjaan yang dengannya dibolehkan melakukan shalat adalah: Wudhu, mandi, tayammum dan menghilangkan najis. Adapun yang dimaksud pekerjaan dalam rangka mencari pahala adalah seperti wudhu bagi orang yang memiliki wudhu. Maka, thaharah ada dua; yang wajib dan yang sunnah. Yang wajib adalah untuk melaksanakan shalat, dan yang sunnah adalah untuk mencari pahala.
Pembahasan tentang Air
Air muthlaq ada tujuh:
(1) Air hujan (2) Air laut (3) Air sungai (4) Air sumur (5) Air mata air (6) Air es (7) Air embun.
Ketujuh macam air ini dapat dirangkum dengan kata-kata, “Air yang turun dari langit atau yang muncul dari bumi.”
Fasal: Hukum Air
Air ada tiga jenis:
- Thahûr
- Thâhir
- Najis
Pertama, Air Thahûr. Ia adalah air yang thâhir (suci) pada dzatnya dan muthahhir (dapat mensucikan) selainnya. Makna thâhir pada dzatnya adalah, bahwa air itu dapat diminum, digunakan untuk memasak dan jika air itu mengenai badan, pakaian dan tanah, maka ia tidak membuatnya menjadi najis. Adapun makna mensucikan selainnya adalah, bahwa air itu dapat (1) mengangkat hadas, dan (2) dapat menghilangkan najis.
Hadas adalah, suatu yang maknawiyyah atau ‘sifat’yang ada pada badan yang menghalangi seseorang melakukan shalat. Hadas terbagi dua:
- Hadas kecil, ia adalah yang mengharuskan wudhu seperti buang air kecil dan buang air besar
- Hadas besar, ia adalah yang mengharuskan mandi seperti junub dan haidh.
Jika seseorang buang air kecil misalnya, maka pada anggota wudhunya terdapat suatu sifat yang tidak tampak, yang membuatnya tidak dapat (sah) melaksanakan shalat dan ia disebut hadas kecil. Jika seseorang melakukan hubungan suami-istri, maka pada badannya terdapat suatu sifat yang tidak tampakyang disebut sebagai hadas besar.
Hadas tidak dapat terangkat kecuali dengan air yang thahûr.
Kedua, Air Thâhir. Ia adalah air yang suci pada dzatnya, akan tetapi tidak mensucikan. Seperti air sabun, air mawar dan air jus. Semuanya suci dari sisi dzatnya akan tetapi tidak dapat digunakan untuk mensucikan/bersuci. Maka tidak dapat digunakan untuk berwudhu, mandi dan menghilangkan najis. Karena ia tidak dapat mengangkat hadas dan menghilangkan najis.
Ketiga, Air Mutanajis.Ia adalah air yang tidak tidak suci dan tidak mensucikan. Seperti air yang telah berubah disebabkan terjatuh padanya air kencing atau kotoran.
Intinya, jika air itu dapat diminum dan dipakai berwudhu, maka ia thahûr. Jika hanya dapat diminum saja, maka ia thâhir. Jika tidak dapat diminum dan tidak pula dapat digunakan berwudhu maka ia najis.
Fasal: Tentang Air Thahûr
Air thahûr ada dua macam:
- Thahûr tidak makruh.
- Thahûr makruh.
Pertama, thahûr tidak makruhadalah air mutlak. Air mutlak adalah air yang disebut tanpa ikatan sifat. Yaitu air yang tetap pada aslinya dalam rasa, warna dan baunya. Adapun air yang terikat dengan sifat yang lazim seperti air bunga, air cuka, air sabun semuanya bukan air mutlak karena telah berubah dan sifat-sifat aslinya sudah hilang. Air ini tidak dapat digunakan untuk bersuci sebagaimana penjelasan yang telah lalu.
Kedua, air thahûr yang makruh adalah air yang mutlak akan tetapi menjadi panas oleh matahari (musyammas). Air seperti ini makruh jika terjadi dengan dua perkara:
Pertama, air itu berada dalam bejana yang terbuat dari jenis logam seperti besi, tembaga dan almunium.
Kedua, air itu berada di negeri bercuaca panas seperti Sudan, Irak dan Kuwait.
Fasal: Tentang Air Thâhir
Air thâhir ada dua jenis:
- Air musta’mal.
- Air yang berubah karena materi yang suci.
Pertama, air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadas atau menghilangkan najis. Seperti air yang bercucuran dari anggota badan orang yang telah berwudhu atau mandi junub. Air tersebut dapat mensucikan lagi sebab ‘kekuatan’ penyuciannya telah hilang.
Adapun air yang digunakan untuk mandi menyegarkan badan dan bersih-bersih, maka tidak disebut air thâhir atau musta’mal, maka boleh digunakan untuk mengangkat hadas dan menghilangkan najis.
Begitu juga air yang digunakan untuk thaharah yang bersifat sunnah dalam rangka mencari pahala, maka juga tidak disebut air musta’mal.
Air musta’mal juga terjadi jika air itu telah digunakan untuk menghilangkan najis. Jika sebuah baju yang terkena tahi cicak, setelah dibuang ‘ain (benda) najisnya kemudian kita siramkan air thahûr (suci lagi mensucikan) kepada baju yang terkenai najis. Maka air yang terjatuh dari baju tersebut menjadi thâhir (suci) tapi tidak mensucikan. Namun hal itu dengan dua syarat:
Syarat Pertama, baju tersebut menjadi suci dengan hilangnya ‘ain najis tersebut, yakni warnanajis, baunya dan rasanya. Jika tidak, maka air menjadi najis. Syarat Kedua, air yang telah terpakai itu tidak berubah warna, rasa dan baunya. Jika berubah, maka air itu menjadi najis bukan thâhir.
Kedua, air yang berubah karena materi yang suci. Ia adalah air yang bercampur dengannya sesuatu yang suci dan merubah air itu dengan perubahan yang banyak. Seperti air yang tercampur dengan sabun sehingga air itu berubah karenanya. Materi lain selain sabun seperti bunga mawar, cuka, teh, susu dan lain-lain.
Disyaratkan perubahan pada air yang bercampur benda suci itu dua perkara:
Pertama, perubahan yang banyak. Sehingga air itu disebut (taqyid lazim bi ma’na ‘adam infika’) dengan materi yang merubahnya. Seperti disebut air sabun jika air bercampur dengan sabun, air teh jika air bercampur dengan teh, air cuka jika air bercampur cuka dst. Namun jika terjadi hanya sedikit perubahan dengan sifat the, atau sabun atau cuka sehingga masih sah ithlaq air saja padanya, dan tidak patut menyebutnya dengan air teh maka air tersebut masih dikategorikan sebagai air muthlaq (suci mensucikan).
Kedua, perubahan itu terjadi karena adanya percampuran. Yaitu bahwa air itu tidak dapat dibedakan dengan materi yang mencampurinya dengan penglihatan. Maka, jika perubahan itu bukan karena percampuran, yaitu karena berdampingan (al mujâwarah); yang dapat dibedakan dengan penglihatan, air tetap suci dan mensucikan. Contoh, jika terjatuh pada air mutlak sebatang kayu. Dan kayu itu terendam dalam air sekian lama sehingga mengakibatkan berubahnya air itu, maka air tetap mutlak dan dapat digunakan untuk bersuci karena kayu tidak bercampur dengan air namun hanya berhimpun atau berdampingan.
Fasal: Tentang AirTerkena Najis (mutanajjis)
Air najis adalah air yang terdapat padanya materi yang najis. Ia ada dua macam:
- Sedikit, yaitu kurang dari dua qullah.
- Banyak, yaitu dua qullah atau lebih dari dua qullah dan berubah disebabkan karena sesuatu yang najis.
Dua qullah = 500 liter Baghdad
Liter Baghdad = 382,5 gram
Maka dua qullah = 500 x 382,5 = 191.250 kilogram.
Jika air mencapai berat tersebut maka air disebut banyak, dan jika kurang dari itu maka disebut sedikit.
Jika air yang sedikit terjatuh padanya najis, maka air itu langsung menjadi najis, baik berubah atau tidak salah satu dari warna, rasa atau baunya. Adapun air yang banyak, jika terjatuh padanya suatu najis, maka ia ada dalam dua kondisi:
Pertama, tidak berubah salah satu dari bau, warna, rasa najis yang disebabkan najis tersebut. Maka air tidak menjadi najis. Kedua, berubah salah satu sifat tersebut disebabkan najis maka air menjadi mutanajjis.
***
Lihat Pembahasan Sebelum dan Sesudahnya:
- Definisi
Ilmu Fiqh - Kitab
Thaharah -Bersuci- [Bab Air] (1) - Kitab
Thaharah -Bersuci- [Bab Bangkai] (2) - Kitab
Thaharah -Bersuci- [Bab Bejana atau Wadah] (3) - Kitab
Thaharah -Bersuci- [Bab Wudhu - Fardhu-Fardhu Wudhu] (4) - Kitab Thaharah -Bersuci- [Bab Istinja' dengan Air, Batu, Tisu, dan lainnya] (5)
Komentar