Kitab Thaharah, Tata Cara Berwudhu
Dan fardhu-fardhu wudhu ada enam: niat ketika membasuh wajah, membasuh wajah, membasuh kedua tangan sampat siku, mengusap kepala, membasuh kedua kaki sampai mata kaki dan berurutan sebagaimana yang kami sebutkan
وفروض الوضوء ستة أشياء النية عند غسل الوجه وغسل الوجه وغسل اليدين إلى المرفقين ومسح بعض الرأس وغسل الرجلين إلى الكعبين والترتيب على ما ذكرناه
Fardhu-fardhu wudhu ada enam:
1. Niat
2. Membasuh wajah
3. Membasuh kedua tangan hingga siku
4. Mengusap sebagian kepala
5. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki
6. Berurutan
Maksud dari fardhu adalah perkara wajib yang jika semuanya ada pada wudhu, maka wudhu dinyatakan sah. Jika hilang salah satu fardhunya, maka wudhu nya batal atau tidak sah. Berbeda dengan sunnah. Ia adalah perkara-perkara mustahab yang jika ditinggalkan tidak akan membatalkan wudhu dan menghilangkan sebagian pahalanya.
فرض الوضوء هو ما تتوقف صحة الوضوء عليه وليس جزء منه
Ada sedikit perbedaan antara fardhu dan rukun. Rukun disyaratkan muwalat (beriring-iringan antara satu perkara dengan perkara setelahnya dengan fase yang dibatasi waktunya). Misalnya seseorang mulai membasuh tangan hingga dua siku ketika air basuhan di wajahnya belum kering. Sedangkan fardhu tidak disyaratkan muwalat kecuali bagi daim hadats, yakni orang yang berkekalan hadats, misalnya orang selalu meneteskan air kencing dari qubulnya, ataupun orang yang kentut setiap saat. Adapun muwalat bagi selain daim hadatsdihukumi sunnah (bukan fardhu).
1. Niat
النية قصد الشيء مقترنا بفعله , فإن تراخى الفعل عن ذلك القصد سمي ذلك القصد عزما لا نية
Niat adalah bermaksud atau menyengaja sesuatu dengan disertai mengerjakannya. Jika terdahulu qasad (memaksudkan) dari perbuatan maka dinamakan dengan ‘azm atau bercita-cita.
Akan tetapi niat secara syar’i (yang diinginkan oleh Allah dari kita)adalah menyengaja untuk mengerjakan sesuatu, yang mana qasad (menyengaja) tersebut dilakukaan menyertai permulaan perkerjaan itu. Maknanya, qasad hati itu bersamaan dengan ketika pekerjaan itu mulai dikerjakan. Maka, barangsiapa yang berniat untuk berwudhu dalam hatinya dan ia sudah memulai membasuh wajahnya, maka inilah niat yang syar’i dan benar sesuai mazhab Syafi'i.
Barangsiapa yang berniat mengerjakan shalat dan ia melakukan ketika takbiratul ihram, maka ini niat yang syar’i dan benar. Barangsiapa yang berniat untuk mandi junub dan ia mulai menyiramkan air ke atas tubuhnya dan air mengenai kulitnya, maka ini niat yang syar’i dan benar. Intinya, niat harus ada bersamaan dengan permulaan pekerjaan itu, bukan sebelumnya atau setelahnya.
Namun dalam mazhab Syafi’i, ta’rif (definisi) tersebut tidak digunakan pada Puasa Fardhu karena ada qarinah (keterangan) khusus dari Rasulullah untuk meniatkannya pada malam hari sebelum mulai berpuasa.
محل القاعدة ما لم تقم بها القرينة على خلافها وإلا عمل بالقرينة
Kembali ke masalah wudhu, waktu niat dalam wudhu adalah ketika membasuh bagian pertama dari wajah. Maka orang yang berwudhu berniat dalam hatinya ketika itu dengan salah satu dari niat-niat berikut:
- “Aku niat mengerjakan fardhu wudhu” atau “Aku niat wudhu”
- “Aku niat mengangkat hadas”
- “Aku niat agar dapat melaksanakan shalat”
Contoh : seseorang berniat dalam hatinya mengangkat hadas ketikamembasuh wajahnya, kemudian setelah itu pikirannya sibuk dan melupakan niat itu saat mengerjakan rukun-rukun wudhu yang lain, maka wudhunya sah, karena yang diharuskan adalah niat ketika permulaan membasuh wajah saja. Jika niat itu hilang setelah itu maka tidak apa-apa.
Contoh lain : seseorang mulai berwudhu, dan setelah ia membasuh wajahnya, ia berniat dalam hati, “saya berniat wudhu”, maka wudhunya tidak sah dan ia harus mengulang untuk membasuh wajah disertai niat.
Dan penting untuk diperhatikan bahwa niat tempatnya ada dalam hati, bukan lisan. Melafazkan dengan lisan merupakan sunnah, hikmahnya adalah untuk menuntun apa yang diniatkan dengan hati.
Pilihan dari salah satu dari tiga niat di atas hanya bagi orang yang memiliki hadas. Adapun orang yang tidak memiliki hadas atau belum batal wudhunya (mutawadhdhi`), maka tidak sah jika ia berniat untuk mengangkat hadas atau agar dapat melaksanakan shalat, akan tetapi berniat untuk wudhu atau memperbaharui wudhu. Memperbaharui wudhu juga dihukumi sunnah.
2. Membasuh wajah
Membasuh (al-ghaslu) maknanya adalah mengalirkan air kepada sesuatudan air tersebut dapat mengalir dengan tabiat air (mengalir dari ketinggian ke yang rendah). Maka ketika membasuh, air harus bisa mengalir dengan tabiat air dan berjalan di atas anggota wudhu meskipun kita alirkan dengan tangan kita, artinya air berpindah dari satu bagian ke bagian yang lain. Berjatuhan atau menetes bisa menjadi indikasi bahwa air tersebut dapat mengalir dengan tabiat air.
Oleh karena itu tidak cukup hanya membasahi tangan lalu mengusapkannya kepada anggota wudhu karena air tersebut belum tentu dapat mengalir dengan tabiatnya. Cara demikian disebut al-mash (mengusap) bukan al-ghasl (membasuh).
Begitu juga tidak cukup mengambil sedikit air dengan tangan kemudian memercikkannya ke anggota wudhu tanpa mengalirkannya, karena ia juga tidak dapat disebut al-ghaslu (membasuh), akan tetapi disebut al-rasysyu (memercikkan).
Dan wajah, batasannya dari atas ke bawah adalah tempat biasa tumbuhnya rambut kepala orang normal sampai melewati tulang dagu. Dagu adalah tempat bertemunya dua rahang. Adapun batasannya dari samping ke samping adalah dari telinga kanan sampai telinga kiri. Semua yang masuk kedalam batasan ini, harus dibasuh. Akan lebih jika dibasuh melewati batas yang telah disebut di atas dengan tujuan agar terhindar dari keragu-raguan.
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Yang kami maksud “tempat biasa tumbuhnya rambut kepala” adalah berdasarkan kebanyakan manusia. Bukan berarti jika seseorang tempat tumbuhnya rambut dari tengah kepala misalnya, batasan wajahnya dari sana. Akan tetapi sekali lagi, standarnya adalah kebanyakan manusia.
Kemudian wajib membasuh seluruh rambut/bulu yang tumbuh di wajah, bagian luar/dhahir dan dalam/bathin (yang bersambung dengan kulit), kecuali janggut seorang laki-laki yang tebal, maka yang wajib dibasuh hanya bagian luarnya atau dhahirnya saja. Bagian luar adalah yang di atas, dan bagian dalam adalah yang bersambung dengan kulit. Berarti air harus sampai ke kulit ketika membasuhnya.
Namun bagi seseorang memiliki dua alis yang sangat tebal, jika air hanya dibasuh kepada bagian atasnya, ia tidak akan sampai ke kulitnya. Maka, dalam kondisi ini wajib menyampaikan air ke kulit dengan cara takhlil (menggunakan jari agar air masuk) dan menambah air. Contoh lain misalnya kumis yang tebal.
Adapun janggut laki-laki, jika ia tebal, maka yang wajib dibasuh hanya bagian luarnya saja, karena alasan menyulitkan. Namun jika janggut itu tipis, maka wajib membasuh bagian dalamnya juga.
Standar (hadd) janggut tebal adalah jika kulitnya tidak dapat dilihat oleh orang yang sedang berbicara dihadapannya.
Lalu bagaimana dengan bagian janggut yang turun melebihi batas wajah? Begitu pula wajib dibasuh bagian luarnya saja, walaupun janggut itu panjang.
3. Membasuh kedua tangan sampai siku.
Maknanya adalah membasuh tangan dari ujung jari sampai kedua siku. Dan kedua siku termasuk yang wajib dibasuh. Bagitu pula wajib membasuh segala yang ada di tangan berupa bulu dan yang lainnya.
Patut pula menghilangkan kotoran yang ada di bawah kuku jika banyak dan dapat menghalangi air sampai kepadanya. Jika tidak mengahalangi, maka tidak mesti untuk dibersihkan.
Dan wajib menghilangkan segala yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit berupa celupan, bahan kosmetik dan lain-lain. Namun jika tidak menghalangi, maka tidak wajib dihilangkan.
Jika seseorang putus tangannya beserta sikunya, maka tidak wajib membasuh bagian yang masih tersisa dari tangannya karena bagian yang harus dibasuh tidak ada. Namun jika bagian yang harus dibasuh masih ada, yaitu dari jari sampai ke siku- maka wajib membasuhnya.
Jika seseorang memiliki jari tambahan, maka wajib pula membasuhnya.
4. Mengusap sebagian kepala.
Sebagian kepala maksudnya adalah walapun hanya sehelai rambut dari kepala. Seukuran apa saja dari kepalanya, jika ia diusap, maka sah. Jika seseorang membasahi jarinya kemudian menempelkannya di atas rambut kepala, maka sah.
Jika seseorang tidak memiliki rambut (gundul), maka ia dapat mengusap bagian mana saja dari kepalanya. Jika seseorang memiliki rambut yang panjang melebihi batas kepala, maka tidak cukup jika hanya mengusap rambut bagian yang terurai kebawah saja. Dan mengusap tidak harus dengan tangan. Jika seseorang membasahi handuk kemudian mengusap kepala dengannya, maka itu sah.
5. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
Membasuh kaki sampai mata kaki dan mata kaki termasuk bagian yang harus dibasuh. Wajib pula membasuh segala yang tumbuh di kaki dari rambut dan kelenjar. Bagitu pula wajib membersihkan kotoran yang ada dibawah kuku jika menghalangi air. Jika tidak, maka tidak wajib. Wajib menghilangkan segala materi yang dapat menghalangi air. Wajib pula membasuh jari tambahan jika ada. Dan jika terputus bagian kaki yang harus dibasuh, maka jatuh kewajiban membasuhnya. Namun jika masih tersisa dari bagian itu, maka wajib. Jika celupan hanya warna saja dan tidak ada materi, maka tidak menghalangi sahnya wudhu. Misalnya seorang wanita memakai pacar di tangan atau di kakinya, kemudian ia menghilangkan bahan materi pacar itu akan tetapi bekasnya tidak hilang, maka hal itu tidak apa-apa karena tidak menghalangi air sampai ke kulit.
Seperti yang disampaikan sebelumnya, bahwa lebih baik jika anggota-anggota wudhu tersebut dibasuh melewati atau melebihi batas yang telah disebut di atas dengan tujuan agar terhindar dari keragu-raguan.
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
6. Berurutan (Tertib)
Maksudnya adalah mendahulukan wajah, kemudian kedua tangan, mengusap kepala, kemudian membasuh kedua kaki. Jika seseorang tidak berurutan dalam berwudhu baik sengaja atau lupa, maka wudhunya tidak sah, kecuali dalam kasus tertentu.
Adapun berurutan antara bagian kanan dan kiri dari kedua tangan atau kaki, maka ini hukumnya sunnah dan tidak berpengaruh kepada sahnya wudhu.
***
Lihat Pembahasan Sebelum dan Sesudahnya:
- Definisi
Ilmu Fiqh - Kitab
Thaharah -Bersuci- [Bab Air] (1) - Kitab
Thaharah -Bersuci- [Bab Bangkai] (2) - Kitab
Thaharah -Bersuci- [Bab Bejana atau Wadah] (3) - Kitab
Thaharah -Bersuci- [Bab Wudhu - Fardhu-Fardhu Wudhu] (4) - Kitab Thaharah -Bersuci- [Bab Istinja' dengan Air, Batu, Tisu, dan lainnya] (5)
Komentar